Rabu, 28 Januari 2009

Makalah Hukum Pajak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelula dengan baik . Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara .Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undnag, penerbitan peratuan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber hukum pajak lainnya.
Berbagai upaya yag dilakukan belum menunjukkan perubahan yang singnifikan bagi penerimaan Negara. Bahkan kondisi ini makin diperparah pada tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi bahkan krisis multi dimensi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan di Indonesia.
Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.

B. Perumusan Masalah
Cukup terlihat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam skala penerimaan pajak nasional dan lebih lanjut pada penerimaan Negara pada umumnya.
Penerimaan dalam negeri menjadi sumber utama apabila kemandirian pembiayaan Negara yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia benar-benar ingin direalisasikan. Untuk itu penerimaan pajak yang merupakan salah satu komponen penerimaan dalam negeri yang harus ditingkatkan peranannya karena pajak merupakan sumber penerimaan utama yang merefleksikan praktek demokrasi yang paling mendasar yaitu peran serta rakyat ikut dalam pembiaaan Negara dan pemerintahannya.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah baik Pusat maupun Daerah tentulah membutuhkan pembiayaan. Salah satu sumber dana bagi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk memenuhi sumber dana bagi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan tersebut Pemerintah Daerah akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan realisasi penerimaannya. Melalui peningkatan penerimaan tersebut diharapkan juga dapat ditingkatkan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.
Sebelum melanjutkan pembahasan ini dapat kami jelaskan terlebih dahulu, bahwa materi bahasan yang diminta oleh penyelenggara kepada kami adalah :
Implementasi Pungutan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah setempat sesuai dengan UU 22,34 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah serta Perda 26 Tahun 2000 tentang Tata Niaga Kayu di Indonesia.
Namun setelah kami mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah maka untuk meluruskan kembali pengertian PAD yang dihubungkan dengan materi bahasan yang diajukan penyelenggara maka judulnya menjadi seperti di atas.




BAB II

A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menurut pengamatan kami telah menimbulkan kecemasan dari kalangan dunia usaha terhadap kemungkinan pengenaan berbagai pajak, retribusi atau pungutan lainnya oleh Pemerintah Daerah terhadap dunia usaha untuk memacu peningkatan PAD.
Namun menurut hemat kami hal tersebut sangat tidak beralasan, karena penetapan pajak dan retribusi daerah serta pungutan lainnya harus diatur dengan Peraturan Daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan secara nasional. Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD tentu saja dilakukan sepanjang koridor regulasi yang ada, karena penetapan suatu kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah bukan lagi monopoli Pemerintah Daerah tetapi juga diawasi oleh legislatif dan masyarakat.
Baik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah maupun penggantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tentang Pendapatan asli Daerah (PAD) tersebut. Dalam UU 5/1974 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari; 1) hasil pajak Daerah, 2) hasil retribusi Daerah, 3) hasil Perusahaan Daerah, 4) lain-lain usaha Daerah yang sah.
Kemudian dengan lahirnya kebijakan Otonomi Daerah dengan desentralisasi otoritas dan desentralisasi fiskal yang diatur dengan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dijelaskan bahwa sumber pendapatan Daerah terdiri dari :
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:
Hasil pajak Daerah.
Hasil retribusi Daerah
Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil penge-lolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan.
Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.
Dana Perimbangan, yaitu: Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.
Dana Alokasi Umum (DAU).
Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pinjaman Daerah.
Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
Jadi dari ketentuan di atas jelas bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak dan retribusi Daerah serta hasil usaha Daerah sendiri. Sedangkan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997.
Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU 34/2000 terdiri dari:
Pajak Hotel.
Pajak Restoran.
Pajak Hiburan.
Pajak Reklame.
Pajak Penerangan Jalan.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Pajak Parkir.

B. PBPHTB dan PBB sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Daerah.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) adalah salah satu sumber pendapatan Daerah, tetapi bukan termasuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua pajak tersebut merupakan pajak Pusat, sedangkan Daerah hanya menerima bagian dari kedua pajak tersebut sebagai dana perimbangan. Hal ini dijelaskan oleh Pasal 80 ayat (1) huruf a UU 22/1999 dan Pasal 6 ayat (1) sampai (4) UU 25/1999.
Dengan demikian penetapan objek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak dan teknis pemungutan diatur dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan Pemerintah Daerah tidak terlibat secara langsung dalam hal tersebut. Keterlibatan Pemerintah Daerah hanya dalam membantu mengintensifkan pemungutan PBB dengan melibatkan perangkat daerah.
Bagian yang diterima Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) sebagai dana perimbangan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000, diatur pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan perimbangan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah. Dari jumlah 90% yang merupakan bagian Daerah tersebut diperinci sebagai berikut; 16,2% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, 64,8% untuk
Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan 9% untuk Biaya Pemungutan. Sedangkan hasil penerimaan PBB bagian Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota dengan alokasi; 65% dibagi merata kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota, dan 35% dibagikan sebagai insentif kepada Daerah Kabupaten/Kota yang pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.
Sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 519/KMK.04/2000 ditetapkan pembagian hasil penerimaan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan perimbangan; 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah. Dari jumlah 80% bagian Daerah tersebut diperinci sebagai berikut; 16% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, dan 64% untuk Daerah Kabupaten penghasil.
Jadi dapat disimpulkan disini bahwa dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, keberadaan Daerah Kabupaten/Kota hanyalah sebagai Daerah yang menjadi penghasil pajak dan hanya berhak menerima bagian dari dana perimbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Berbeda halnya dengan pajak dan retribusi Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, Daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola dan mengaturnya sendiri.
Sehubungan dengan maksud dan tujuan dari seminar ini yang ingin menata kembali pengelolaan hutan dan perkebunan yang berdampak positif bagi Otonomi Daerah dan kehidupan masyarakat, memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi Investor, serta memperjelas status pertanahan dari pengelolaan hutan dan perkebunan sebagai sumber PAD, dapat kami samapaikan sebagai berikut:
Daerah menyambut baik dan sangat mendukung keinginan para investor untuk mengembangkan usahanya di Daerah.
Daerah akan berupaya memberikan rasa aman dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai pengelolaan pertanahan yang menurut UU 22/1999 dan PP 25/2000 merupakan kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota , namun pada kenyataannya sekarang diambil alih lagi oleh Pusat dengan Keppres 10/2001 sehingga pada sebagian Daerah timbul dualisme pengelolaan pertanahan. Untuk mengatasi hal tersebut APKASI telah berusaha meminta Pemerintah meninjau kembali kebijakan tersebut.
Kecemasan kalangan dunia terhadap upaya Daerah mengoptimalkan pungutan pajak, retribusi dan pungutan lainnya untuk memacu peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dicarikan solusinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengawasan dari masyarakat.


C. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":
Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.
Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll
Objek yang dikecualikan adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain.
4. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :
 Objek pajak perkebunan adalah 40%
 Objek pajak kehutanan adalah 40%
 Objek pajak pertambangan adalah 20%
 Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
- apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Tempat Pembayaran PBB
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Saat Yang Menentukan Pajak Terutang
Saat yang menentukan pajak terutang menurut Pasal 8 ayat 2 UU PBB adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996.
Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.
Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996. Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

D. Pengaturan Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) untuk menagih pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar ditambah denda administrasi sebesar 2 (dua) persen per bulan.
Dasar Penerbitan STP
a. Wajib Pajak (WP) tidak melunasi pajak yang terutang sedangkan saat jatuh tempo pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP) telah lewat.
b. WP melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP tetapi denda administrasi tidak dilunasi.
Cara Penyampaian STP
- Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.
- Kantor Pos dan Giro.
- Pemerintah Daerah.
Batas Waktu Pelunasan STP
STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal STP diterima WP.
Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran.
E. Perkembangan dan Ruang Lingkup Pengaturan Pajak Buni dan Bangunan
Perkembangan Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sudah cukup baik, karena dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara.
Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undnag, penerbitan peratuan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber hukum pajak lainnya. Ruang lingkup hukum pajak sendiripun sangat beragam, mulai dari pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan itu sendiripun telah menghasilkan pendapatan yang cukup besar bagi kas Negara.
Pengasilan-penghasilan yang didapat dari pemungutan pajak di Indonesia sebagian besar dari hasil pemungutan pajak tidak langsung. Yang kita harapkan agar pemerintah bisa memberikan kebijakan yang berarti dan tidak memberatkan bagi masyarakat Indonesia.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan dan saran
Jadi dapat disimpulkan disini bahwa dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, keberadaan Daerah Kabupaten/Kota hanyalah sebagai Daerah yang menjadi penghasil pajak dan hanya berhak menerima bagian dari dana perimbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Berbeda halnya dengan pajak dan retribusi Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, Daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola dan mengaturnya sendiri.
Sehubungan dengan maksud dan tujuan dari seminar ini yang ingin menata kembali pengelolaan hutan dan perkebunan yang berdampak positif bagi Otonomi Daerah dan kehidupan masyarakat, memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi Investor, serta memperjelas mendukung keinginan para investor untuk mengembangkan usahanya di Daerah.
Daerah akan berupaya memberikan rasa aman dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengenai pengelolaan pertanahan yang menurut UU 22/1999 dan PP 25/2000 merupakan kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota , namun pada kenyataannya sekarang diambil alih lagi oleh Pusat dengan Keppres 10/2001 sehingga pada sebagian Daerah timbul dualisme pengelolaan pertanahan. Untuk mengatasi hal tersebut APKASI telah berusaha meminta Pemerintah meninjau kembali kebijakan tersebut.
Kecemasan kalangan dunia terhadap upaya Daerah mengoptimalkan pungutan pajak, retribusi dan pungutan lainnya untuk memacu peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dicarikan solusinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengawasan dari masyarakat.
Yang kami harapkan bagi pihakyang berwenang dalam pemungutan pajak agar, pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu di bebankan bagi masyarakat. Semua warga Negara ikut serta dalam wajib pajak.

makalah Hukum perkawinan dan Kewarisan Islam

Mata Kuliah : Hukum perkawinan dan Kewarisan Islam
Judul : Kawin Kontrak

Jalur kawasan Puncak pernah memiliki daya tarik baru selain pesona keindahan alamnya. Ya, kawasan dengan udara cukup sejuk itu sempat dikenal sebagai lokasi praktik kawin kontrak. Hal itu terungkap setelah aparat melakukan sweeping beberapa waktu lalu. Beberapa pelaku dideportasi ke negara asal.
Praktik kawin kontrak di Indonesia diperkirakan telah berlangsung lama. Adriana Venny, Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, menengarai praktik ini pernah terjadi pada saat proyek pembangunan Jatiluhur. ”Saat itu, banyak tenaga-tenaga asing yang melakukan perkawinan secara kontrak dengan penduduk lokal. Ini terlihat dari struktur pola wajah anak-anaknya yang agak ’ke-indo-indo-an’” ujar Venny. Umumnya, mereka melakukan perkawinan dengan tenggang waktu lama bekerja mereka.
Di dalam agama Islam, menurut Abdus Salam Nawawi, kawin kontrak dikenal dengan istilah kawin mut’ah. Kawin mut’ah menurut Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, terjadi pada masa Rasulullah. ”Waktu itu kondisinya berbeda: darurat. Sedang dalam peperangan”. Saat itu Rasulullah mengizinkan tentaranya yang terpisah jauh dari istrinya untuk melakukan nikah mut’ah, dari pada melakukan penyimpangan. Namun kemudian Rasulullah mengharamkannya ketika melakukan pembebasan kota Mekah pada tahun 8 H/630 M.
UU 1/1974 tentang Perkawinan
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Sifat kawin mut’ah ini, jelas Nawawi, lebih menitikberatkan pada kesenangan yang dibatasi oleh waktu tertentu. Atas kawin Mut’ah ini, sebagian besar ulama Islam mengharamkannya. Menimbangnya dari segi tujuan pembentukan rumah tangga, Nawawi menyatakan dirinya tidak menyetujui praktik ini.
Senada dengan Nawawi, hakim agung Rifyal Ka’bah juga berpendapat bahwa kawin mut’ah lebih mengarah pada kesenangan belaka. “Itu kan cuma kawin main-main dengan tujuan hanya untuk bersenang-senang. Kalau kita pakai common sense, akal sehat, praktek ini kan tidak bisa diterima,” tukas Rifyal.
Menurut Rifyal, secara prinsip perkawinan adalah kontrak. Namun perkawinan bukan kontrak semata. Perkawinan adalah kontrak suci karena berjanji di depan wali, saksi dan juga di depan Allah, bahwa ia akan memperlakukan pasangannya dengan baik.
Sementara itu, Abdul Moqsith Ghazali, Kepala Madrasah Ushul Fiqh Progresif Wahid Institute melihat kawin kontrak dari aspek akibat. Menurut Moqsith Ghazali, meski kawin kontrak merujuk pada Al Qur’an dan Hadist, tapi dalam konteks saat ini, harus dipertimbangkan efeknya. Positif atau negatif. Moqsith Ghazali berpendapat praktik kawin kontrak saat ini lebih banyak efek negatifnya. “Terutama kepada perempuan,” ujarnya kepada hukumonline.
Selain Nawawi, Rifyal, dan Moqsith Ghazali, nada penentangan terhadap nikah kontrak juga datang dari Quraish Shihab. ”Saya berpendapat bahwa suatu pernikahan haruslah langgeng dan didasari pula atas cinta”. Sementara, kawin kontrak menurut mantan Menteri Agama ini sifatnya tidak langgeng. Sehingga bertentangan dengan filosofi tujuan pernikahan.

Status Perkawinan
Bagaimana jika kawin kontrak terlanjur terjadi, apa akibat hukum yang muncul akibat perkawinan ini, seperti status perkawinan, pewarisan dan soal anak? Menurut Quraish Shihab, di negara yang mayoritasnya beraliran Syi’ah –aliran yang menerima konsep mut’ah- seperti Iran, status perkawinannya diakui. Bahkan status anak diakui, sehingga otomatis memungkinkan untuk menjadi ahli waris.
Namun itu di Iran, bagaimana di Indonesia? Menurut Rifyal, tidak ada akibat hukum apapun dalam perkawinan kontrak. Pasalnya, perkawinan seperti ini menurutnya adalah perzinahan. Masalahnya, praktek kawin kontrak sering ditemukan di dalam negeri. Salah satunya, ya, kasus di kawasan Puncak tadi.
Hal inilah yang mengundang keprihatinan Venny. Menurut dia, pihak perempuan dalam kawin kontrak tidak lebih dari sekedar komoditas seks. ”Kawin kontrak hanya dijadikan alasan dengan menggunakan kedok agama untuk melaksanakan prostitusi terselubung”. Selain itu, nasib anak hasil kawin kontrak pun menurut Venny tidak berbeda jauh dengan sang ibu. Hampir pasti si anak tidak akan mendapat warisan apapun. “Setelah selesai masa kontrak. Maka anak akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan”.
Soal perempuan sebagai pihak yang mempunyai potensi dirugikan lebih besar ini diamini oleh Quraish Shihab. Ia yakin tidak ada satupun perempuan yang tidak ingin, kecuali terpaksa, pernikahannya langgeng. “Itu sebabnya jika ada orang tua yang dilamar anak gadisnya maka ia akan berpikir berulang kali untuk menerimanya”. Ini berhubungan juga dengan stereotip yang berkembang bahwa perempuan itu ibarat korek api, yang setelah dinyalakan lalu dibuang.
Kalaupun pada akhirnya kawin kontrak dilakukan, maka menurut Moqsith Ghazali, hal harus diikuti dengan dibuatnya janji perkawinan. Dalam janji perkawinan tersebut harus diatur soal status perkawinan, jangka waktu termasuk nasib si anak yang bakal lahir.

ANALISIS
Ketiadaan aturan hukum yang mengatur mengenai kawin kontrak dengan segala akibatnya menyebabkan beberapa pihak mendesak agar dilakukannya pembaharuan dalam hukum perkawinan. Venny misalnya, menurut Venny, ketiadaan pasal yang mengatur soal kawin kontrak mengakibatkan aparat penegak hukum menggunakan jerat hukum lain.
Mengambil contoh di kawasan puncak, warga negara asing yang biasanya merupakan pelaku praktik kawin kontrak dijerat dengan peraturan soal keimigrasian. Itu untuk warga negara asing, bagaimana dengan warga lokal, karena pelaku praktik ini tidak melulu warga negara asing.
Mendukung pendapat Venny, Moqsith Ghazali memandang saat ini harus dipikirkan untuk dibuat rancangan undang-undang mengenai kawin kontrak. Pengaturan soal kawin kontrak ini menurut Moqsith Ghazali untuk mencegah dilecehkan dan dirugikannya kaum perempuan.
Pandangan berbeda datang dari Quraish Shihab. Menurut Quraish, Undang-Undang Perkawinan (UU 1/1974, red) yang ada sekarang sudah cukup baik. ”Saya tidak melihat ada bagian dari UU tersebut yang harus ditegaskan kembali atau diperbaiki”. Menurutnya persoalan mengenai keabsahan kawin kontrak ini dapat terjawab dari salah satu pasal dari UU Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang berdasarkan agamanya masing-masing.

www.hukumonline.com

Sejarah Ketata Negaraan Indonesia

ZAMAN HINDIA BELANDA

Negara Indonesia merupakan daerah jajahan dari Negeri Belanda dengan nama Nederland Indische atau Hindia Belanda, selama 350 tahun yaitu sejak masuknya Verinegede Oost Indische Compagnie (VOC).
Dari segi hukum Tata Negara Hindia Belanda tidak dapat disebut sebagai negara karena tidak mempunyai unsur-unsur adanya suatu Negara, yaitu :
 Wilayah
 Warga negara, dan
 Pemerintahan yang berdaulat.
 Unsur warga negara juga disebut sebagai Kaula Negara.
Kaula Negara Hindia Belanda digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
 Golongan Orang Eropa
Adalah golongan orang-orang Belanda.
 Golongan Orang Timur Asing
Golongan ini di bedakan menjadi dua, yaitu Golongan Orang Asing Tionghoa dan Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa.
 Golongan Orang Bumi Putera
Adalah golonganorang-orang bangsa Indonesi Asli.
 Sifat
Pembedaan Golongan kaula Negara tersebut berdasarkan kepentingan yang bersifat Polotik Yuridis, yaitu masing-masing golongan tersebut di berlakukan.
 Kedaulatan ‘daulat’ berasal dari kata ‘daulah’ (Arab), ‘Sovereignity’ (Inggris), ‘Supremus’ (Latin), dan ‘Sovranita’ (Italia), yang berarti “Kekuasaan Tertinggi”.
 Pemikir “Jean Bodin” Prancis 1500-1596
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum yang berlaku dalam suatu negara.
Sifat-sifat Pokok :
 Asli ( kekuasaan tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi)
 Permanen ( kekuasaannya tetap ada selam negara itu masih berdiri)
 Tunggal atau Bulat ( merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang tidak dapat dibagi-bagi kepada orang lain.
 Tidak terbatas atau Absolut ( kekuasaan yang bersifat mutlak)
Empat macam Teori Kedaulatan :
 Teori Kedaulatan Tuhan
Adalah negara atas kehendak Tuhan ( by the grace of God )
Tokohnya : Thomas Aquino, Agustinus dan Dante Alliegeri.
 Teori Kedaulatan Negara.
 Teori kedaulatan Hukum.
 Teori kedaulatan Rakyat.
Penguasaan tunggal di Hindia Belanda adalah Gubernur Jendral, tetapi ia tidak lain dari wakilRatu Belanda untuk Hindia Belanda melalui Menteri Jajahan. Kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang , yaitu dengan membentuk Konstitusi Kerajaan Belanda. Kemudian di bentuk peraturan perundang-undangan untuk daerah-daerah jajahannya, yaitu Hindia Belanda, Suriname, dan Curacau.
 Kesimpulan : Karena Hindia Belanda tidak memenuhi unsur-unsur adanya Negara .
oleh karena itu Hindia Belanda tidak dapat disebut sebagai Negara.

Algemene Verordeningen atau Peraturan Umum
Yang berlaku di Hindia Belanda.

 Wet
Adalah peraturan yang dibuat oleh badan pembentuk undang-undang di Negeri Belanda, yaitu Raja, para menteri dan Parlemen.
 Algemene Maatsregelen van Beastur (AMvB)
Adalah peraturan yang dibuat oleh Raja sendiri.
 Ordonnantie
Adalah peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal Mr. Graaf van Limburg Stirum dengan Volksraad, pada tahun 1918.
 Regeerings Verordeningen ( Rv )
Adalah peraturab yang dibuat oleh Gubernur Jenderal sendiri.
 Sifat Algemene Verordeningen atau Peraturan Umum
Sifat umumnya pada kekuasaan badan-badan yang berwenang, artinya kekuasaan badan-badan yang berwenang membentukperaturan perundang-undangan tersebut sifatnya umum yang meliputi seluruh wilayah negara dan semua masalah yang timbul didalam wilayah negara.
Sifat Locale Verordeningen atau Peraturan Lokal
Sifatnya pada kekuasaan pejabat yang berwenang membentuknya. Mis gubernur, Bupati deelel.
Sejak masuknya VOC pada tahun1602 sistem pemerintahan adalah Konsentrasu. VOC adalah sebuah perkumpulan yang bergerak dalam dunia perdagangan, namun ia diberi hak-hak kenegaraan Pemerintah Negeri Belanda, yaitu :
 Hak untuk mencetak dan mengedarkan mata uang.
 Hak untuk membentuk angkatan Perang
 Hak untuk mengadakan perjanjian dengan negara-negara lain.
Pada waktu itu VOC hanya berkedudukan di Batavia ( Jakarta ), tetapi setelah mengalami perkembangan ia lalu membuka beberapa cabang di luar Jakarta. Jadi Sistem Pemerintahannya saat itu adalah Asas Dekonsentralisasi.
 Asas Dekosentrasi
Adalah asas yang menghendaki wilayah nwgara dibagi-bagi menjadi wilayah administrative atau wilayah pemerintahan pamong praja, dan disitu ditempatkan wilayah pemerintah pusat sebagai pemerintah wilayah itu.
Asas Dekonsentrasi dilaksanakan secara luas sehingga pemerintahan pamong praja mempunyai peran yang sangat penting.
Dari kosukuensi dilaksanakan Asas Dekosentrasi tersebut wilayah Hindia Belanda dibagi-bagi dalam wilayah administrasi jenis umum.

 Administrasi Jenis Umum dan Administrasi Jenis Khusus
Adalah menyelenggarakan pemerintahan umum pusat di daerah. Ia sebagai cabang Pemerintahan Pusat Belanda di daerah. Sedangkan jawatan-jawatan sebagai Pemerintahan jenis Khusus.
Pemerintahan apamong praja tersebut bersifat Hierarkhis, bertingkat-tingkat paling bawah, sehingga terdapat tingkat-tingkat pemerintah pamong praja.
Di Jawa dan madura dibagi menjadi Lima tingkatan wilayah pemerintahan pamong praja dan tiap-tiap tingkatan di tempatkan seorang wakil dari pemerintahan pusat sebagai Pemimpin Pemerintah di wilayah itu.
 Tingkat Tertinggi disebut Provinsi atau Gewest yang di pimpin oleh seorang Kepala Pemerintahan di wilayah tersebut. Kepala pemerintahannya disebut Gubernur atau Gouvernour. Tiap-tiap provinsi dibagi menjadi Keresiden yang di pimpin oleh seorang Kepala pemerintahan yang bergelar Residen. Tiap-tiap residen dibagi menjadi beberapa Afdeling yang dipimpin oleh seorang Kepala Pemerintahan yang bergelar Asisten Residen.
Daerah pamong praja di sebut Kabupaten atau Regenchap yang dipimpin oleh seorang Kepala Pemerintahan yang bergelar Bupati atau Regent. Tiap-tiap Kabupaten dibagi menjadi Kawedanan atau District yang dipimpin oleh seorang Kepala Pemerintahan yang bergelar Wedana. Tiap-tiap kewedanan dibagi menjadi Kecamatan atau onder-district yang masing-masing dikepalai oleh Camat atau Asisten District. Tiap-tiap Kecamatan meliputi beberapa Desa yang dikepalai oleh seorang Kepala Desa.
Untuk di luar Jawa dan Madura susunan tingkat-tingkat wilayah pemerintahan pamong praja ini agak berbeda , yaitu pada tingkat provinsi atau Gewest yang dipimpin oleh seorang Kepala Pemerintah yang bergelar Gubernur atau Gouvernour. Tiap-tiap Provinsi dibagi menjadi Keresidenan yang dipimpin Kepala Pemerintahan yang bergelar resident. Tiap-tiap Resident dibagi menjadi beberapa Afdeling yang dipimpin oleh Kepala Pemerintahan yang bergelar Asisten Resident. Tiap-tiap Afderling dibagi menjadi beberapa Onder Afderlingyang dikepalai oleh seorang Kepala Pemerintahan yang bergelar Wedana atau Demang. Selanjutnya tiap-tiap kewedanan dibagi menjadi beberapa Kecamatan atau Onder District yang dikepalai oleh seorang Kepala Pemerintahan yang bergelar Camat, dan tiap-tiap kecamatan meliputi beberapa Desa atau Marga.
Jabatan Gubernur, Resident, Asisten Residen, dan Kontrolir harus dijabat oleh orang-orang Belanda. Sedangkan jabatan yang lain dipegang oleh bangsa Indonesia.
 Provinsi dan Kecamatan disebut sebagai tingat-tingkat pemerintahan pamong praja. Desa tidak termasuk pemerintahan pamong paraja karena desa dan daerah-daerah yang setingkat dengan desa telah terlebih dahulu ada dan merupakan daerah otonomi berdasarkan hukum asli Indonesia.
Meskipun telah dilaksanakannya asas dekonsentralisi hingga tahun 1903, Sistem Pemerintahan Hindia Belanda masih bersifat sentralistis dengan pemerintaan pamong praja sebagai pelaksana asas dekonsentrasi.
Pada tahun 1903 dikeluarkannya Decentralisatiewet ( wet 23 Juli 1903 ). Berdasarkan wet ini Pemerintah Hindia Belanda membentuk daerah-daerah otonom , telah ada sebelumnya di desa dan daerah Swapraja yang berdasarkan hukum asli Indonesia.
Sejak tanggal 20 Mei 1908 timbulah pergerakan-pergerakan Nasional yang menuntut agar Belanda diberi status dominion dalam ikatan dengan Negeri Belanda dan supaya dibentuk DPR Pusat yang mempunyai kekuasaan untuk ikut serta menetapkan Undang-undang dan mengawasi Kebijakan Pemerintah Pusat dan terdengar tuntutan berdirinya Negara Indonesia Merdeka yang terlepas dari ikatan Kerajaan Belanda.
 Aliran di Negari Belanda adalah aliran Liberalisme. Aliran Liberalisme mulai menghadapi perkwmbangan Sosialisme, serta meruncingnya hubungan Internasional yang mengakibatkan pecahnya perang dunia I pada tahun1914.
 Kesimpulan : Jadi secara formal Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1903 mengesahkan dilaksanakannya asas desentralisasi, sesuai dengan yang tercantum dalam Regeeringsreglement 1845 yang kemudia berganti nama Wet op de Staatstegeling ( IS ) pada tanggal 01 January 1926.

 Latar Belakang Politik sehingga Pemerintah Belanda melaksanakan asas Desentralisasi di Hindia Belanda :
Sebagai reaksi atas exes-exes yang timbul karena “cultuurstelelsel” yang mengakibatkan pemerasan tenaga rakyat Indonesia dalam penanaman paksa , yang memberikan hasil bumi untuk pemerintah Belanda untuk di jual di pasaran dunia, sehingga menimbulkan keuntungan yang besar bagi pemerintah dan rakyat Belanda.
Timbulah gerakan yang Progresif, untuk mengembalikan keuntungan yang di dapat dari pelaksanaan cultuur-stelsel kepada rakyat Indonesia. Gerakan ini menyebabkan dianutnya “ Politik kemakmuran “ yang bertujuan meningkatkan tingkat kecerdasan dan kehidupan sosial ekonomi rakyat Indonesia.
Gerakan “ Politik kemekmuran atau Ethische politiek “ berpindah haluan yaitu menjelmakn politik cendikiawan bangsa Indonesia yang mulai bergerak dalam organisasi-organisasi yang bertujuan menuntut lebih banyak diberi hak turut dalam lapangan ketatanegaraaan bangsa Indonesia.
 Kesimpulan : Jadi yang melatar belakangngi asas Desentralisasi
Adalah “ Politik Kemakmuran “ yang menyebabkan Belanda mengadakan perubahan-perubahan dalam lapangan ketatanegaraan untuk mengadakan pemerintah yang lebih intensif yang bertujuan meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia. Kemudian untuk mengimbangi gerakan-gerakan kebangsaan yang dipelopori kaum cendikiawan bangsa. Maka Belanda melaksanakan desentralisasi pemerintah di daerah-daerah yang memberi Autonomie dan Medebewind pada badan-badan politik setempat.
Pada tanggal 06 February 1922, dikeluarkanlah Bestuurshervormingswet, yang memuat tentangketentuan-ketentuan desentralisasi dan dekonsentrasi, guna memberi kemungkinan yang lebih luas terhadap pembentukan daerah-daerah otonomi
Jadi sejak tahun 1903 di Hindia Belanda disamping itu telah dilaksanakan asas dekonsentrasi dan desentralisasi. Tetapi sementara itu telah ada pula daerah-daerah Swapraja dan Desa sebagai Daerah otonom berdasarkan hukum, asli Indonesia. Sebelum tahun1903 di Hindia Belanda belum dikenal sebagai daerah otonom, oleh karena itu sampai pada saat Pemerintahan Hindia Belanda jatuh belum dapat menguasai pemerintahan untuk seluruh Wilayah Hindia Belanda, terutama di daerah Swapraja dan Desa. Maka pemerintahan Hindia Belanda lebih mengutamakan dilaksanakannya asas dekonsentrasi.
Karena Swapraja dan Desa adalah daerah otonom maka sikap Pemerintahan Hindia Belanda lebih berupa pengakuan dari pada peraturan. Namun dengan demikian Pemerintahan Hindia Belanda dengan peraturan perundang-undangannya mengadakan pengawasan dan pembatasan-pembatasan.
Daerah Swapraja pada masa sekarang sudah tidak ada lagi karena telah dihapus dan dijadikan daerah otonom atau daerah istimewa, sedangkan Desa sebagai daerah otonom yang berdasarkan hukum asli Indonesia, yaitu sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah tertentu yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sampai saat ini.
Indonesia mengalami penjajahan Belanda selama 350 tahun, dari tahun 1602 sampai 1942, dan diteruskan oleh Jepang pada tanggal 08 Maret 1942 sampai 17 Agustus 1945.
 Tujuan Jepang ke Indonesia.
Awal mulanya untuk membebaskan saudara mudanya, yaitu Bangsa Indonesia dari belunggu penjajahan Belanda. Namun kenyataannya kedatangan Jepang tersebut untuk menjajah, yang terbukti dengan kekejamannya serta penindasan terhadap bangsa Indonesia.
Bala tentara jepang dibagi menjadi Tiga daerah, yaitu :
 Daerah yang meliputi pulau Sumatra berada di bawah kekuasaanAngkatan Darat, yang berkedudukan di Bukittinggi.
 Daerah yang meliputi pulau jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat yang berkedudukan di Jakarta.
 Derah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan laut yang berkedudukan di Makasar.

makalah Hukum Islam

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Gejolak kehidupan bernegara dewasa ini masih menyelimuti gemuruhnya suasana demokrasi untuk menentukan siapa sebagai calon pemimpin bangsa, dimana masyarakat menengah ke bawah terpengaruh adanya kenaikan harga bahan pangan yang kian melambung, pengaruh terhadap masyarakat di kalangan petani didorong oleh merebaknya isu positif dikalangan usahawan yang mendorong perekonomian sehingga pergolakan politik tidak menimbulkan kekerasan sehingga pengaruhnya terhadap masyarakat dapat memikat investasi local maupun asing untuk menanamkan modalnya.
Sebagai alat pemicu pertumbuhan ekonomi di Indonesia, kesatuan visi dan misi suatu bangsa dimasa kini dan masa yang akan datang, perlu diciptakan, untuk itu diperlukan adanya strategi kebijakan dalam pembangunan perekonomian secara nasional jangka pendek hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian jangka panjang.
Disisi lain dalam kehidupan masyarakat perkotaan terdapat celah kehidupan yang sangat mempriatinkan dengan munculnya kehidupan anak jalanan yang berkeliaran di persimpangan jalan, keramaian lalulintas yang tidak memperhatikan keselamatan dirinya, bila dikaitkan dengan substansi
Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak dalam Pasal 37. pasal 39 ayat 4, Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perbedaan yang sangat menonjol pembangunan secara fisik tidak diimbangi dengan pembangunan moral bangsa akan berakibat rusaknya fundamen tatanan kehidupan didalam masyarakat itu sendiri. Pendidikan di lintas sektoral perlu ditingkatkan guna mengangkat citra bangsa didunia Internasional bahwa kebangkitan suatu bangsa ditandai dengan pedulinya masyarakat terhadap kehidupan anak jalanan yang kian hari makin bertambah.

B. Perumusan Masalah
Keinginan anda untuk bisa memiliki momongan anak adalah keinginan yang sangat wajar dan manusiawi. Bahkan sebagian di antara para nabi yang merupakan utusan Allah juga sangat mendambakan anak. Lihatlah misalnya nabi Zakaria yang hingga rambutnya beruban semua, tapi belum dikaruniai anak.
Namun satu hal yang patut dicatat adalah beliau tidak pernah lelah berdoa dan meminta kepada Allah SWT. Bahkan tidak pernah lewat malam atau punsiang kecuali diisinya dengan meminta kepada Allah SWT.

ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيًّا قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُن بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِن وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra,yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai." (QS. Maryam: 2-6)

Maka sesuai dengan ayat ini, teruslah meminta, jangan pernah putus asa, apalagi marah kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT suatu saat mengabulkan doa anda. Tentunya harus juga diiringi dengan usaha yang serius dan sesuai syariah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dalam pasal 26 sampai dengan pasal 28 UUD 1945 yang sudah di amandemen menjelaskan bahwa:

Bunyi pasal 26 ayat (1) sebagai berikut: Yang menjadi warganegara ialah orang–orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

Bila dikaitkan dengan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 dengan dihadapkan pada kondisi anak jalan itu sendiri uraian sebagai berikut :
(1) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(2) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Menurut Hukum adat tentang anak angkat korelasinya dengan anak jalanan yang perlu diadopsi dan di jadikan pokok permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini sebagai berikut:
Sejauhmana substansi Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak dalam Pasal 37. pasal 39 ayat 4 Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bila dikaitkan dengan perlindungan terhadap anak jalanan. Lebih Jauh pantauan terhadap Undang-undang Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 1999 Pasal 56 ayat 2, pasal 57 ayat 2 dan ayat 3. kompensasinya terhadap perlindungan anak janan.




BAB II

1. Hukum Adopsi Anak
Tidak mengapa bila selama masa penantian dan berdoa itu, anda berniat untuk memelihara anak orang lain. Istilah yang tepat bukan adopsi melainkan hadhanah. Artinya adalah mengasuh atau memelihara.
Hadhanah ini berbeda dengan adopsi. Sebab dalam proses adopsi yang legal itu sampai mengubah nasab anak tersebut di dalam dokumennya. Padahal anak itu punya nasab sendiri, dia punya ayah dan ibu yang sah, tetapi kemudian secara legal hukum diubah sedemikian rupa menjadi anak anda.
Bahkan dalam implemantasinya, anak itu seharinya-hari dibohongi seumur hidup dengan mengatakan bahwa diri anda adalah ayahnya. Bahkan menyapa anda dengan panggilan khas seorang anak kepada ayahnya.
Maka adopsi yang seperti ini tegas diharamkan dalam syariah Islam. Di antara dalilnya adalah firman Allah SWT:
Panggilah mereka dengan nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Ahzab: 5).
Dalam ayat di atas kita dilarang untuk memanggil seseorang dengan nama ayah yang bukan ayah kandungnya. Seperti nama orang tua angkat. Dan penisbahan nasab seseorang kepada yang bukan haknya hanya akan melahirkan kerancuan dalam hukum Islam.
Untuk itu bila anda ingin memelihara anak orang lain, pastikan anda tidak mengubah nasabnya, juga tidak membohonginya dengan mengatakan bahwa anda adalah ayahnya. Tidak mengapa sejak awal anak itu tahu bahwa anda bukan ayahnya. Sebab yang menjadi inti masalah bukan status, tetapi bagaimana sikap dan perlakuan anda kepadanya. Sebab memang hal itulah yang secara langsung anak itu rasakan.
Untuk apa anda berbohong mengatakan bahwa anda adalah ayah kandungnya, sementara anda justru tidak pernah punya waktu untuk menemaninya bermain, belajar dan mengisi hari-hari?
Menurut Hukum Islam Adopsi dalam undang-undang kesejateraan anak diatur menurut Undang-undang No 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Bahwa masalah adopsi di undang-undang kesejateraan anak ditiadakan karena bertentangan dengan hukum islam dalam Al Quran surah Al Ahzab ayat 4 dan 5 menjelaskan sebagai berikut:
“dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu, panggil anak–anak angkatmu dengan panggilan nama orang tuanya.”
Kajian menurut hukum Islam, adopsi mempunyai pengertian memberlakukan anak angkat hanya sebagai rasa cinta dengan memberikan makan ataupun memberi sesuai kebutuhan yang bukan memberlakukan sebagai anak nasabnya sendiri, hukumnya mubah dan memperbolehkan pengangatan anak itu sendiri.
Dalam prespektif HAM adopsi merupakan jalan terbaik guna menanggulangi dan mengurangi beban penderitaan masyarakat miskin maupun masyarakat anak jalanan itu sendiri karena anak-anak merupakan asset bangsa sebagai generasi penerus dan merupakan potensi sumberdaya insani bagi pembangunan nasional jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk itu perlunya pembinaan dan memberikan kesempatan kepada anak bangsa yang terlantar di jalanan, dalam pendidikan kurang mendapatkan semestinya di usia belajar. Kondisi ini merupakan tugas kewenangan kita bersama sebagai kepanjangan tangan dari tugas negara untuk mengayomi khususnya pemerintah dan kita sebagai masyarakat Indonesia yang peduli atas kehadiran anak-anak tersebut untuk mengenyam pendidikan.
Kalau di negeri Jepang masalah adopsi adalah ajaran yang diperoleh dari negeri cina karena bertujuan politik. Anak angkat dalam pewarisan memegang peranan penting, sedang dalam ajaran agamanya tidak mengatur tentang urusan adopsi. Akan tetapi di masyarakat smith, mengenai adopsi dijelaskan dengan mempergunakan kitab undang-undang besar babylonia tidak mengenal adanya adopsi, seandanya mereka mengadopsi anak karena tidak mempunyai keturunan maka anak tersebut untuk merawat dihari tuanya atau untuk menerima warisan. Akan tetapi bila dihubungkan kejadian di Indonesia yang terdiri dari multi etnis maka adopsi itu tidak begitu banya perbedaan seperti diuraikan diatas.

2. Pihak yang dapat mengajukan adopsi
a. Pasangan Suami Istri
Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.

b. Orang tua tunggal
1. Staatblaad 1917 No. 129
Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.
Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya.

2. Tata cara mengadopsi
Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada.
Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .

2. Masalah Doa Anak
Allah SWT tidak pernah menyia-nyiakan jasa seseorang kepada orang lain. Meski tidak ada hubungan darah, tapi anak orang lain yang pernah kita asuh dan kita didik dengan baik, akan memberikan pahala kepada kita. Bahkan ketika anda menyewa seorang baby sitter, jangan dikira dia hanya sekedar mendapat upah dari ada di dunia ini.
Ketahuilah bahwa baby sitter itu pun tetap akan mendapat pahala atas jasa baiknya dalam mengasuh anak majikannya, selama anak itu berbuat baik dalam hidupnya kemudian. Karena atas jasa baby sitter itulah anak itu bisa tumbuh, berkembang dan berguna buat sesama.
Begitu juga dengan jasa anda pada anak itu, selama dia berdoa untuk anda, maka di alam barzakh anda akan mendapat kebaikan dari doanya. Kalau anak itu punya ilmu dan bermanfaat buat orang, maka anda pun kecipratan kebaikan dari ilmunya. Pendeknya, semua jasa anda kepada anak itu tetap akan diperhitungkan Allah SWT.
Doa itu tidak dibatasi hanya antara ayah dan anak saja. Siapa pun orang yang masih hidup boleh mendoakan orang yang sudah wafat, kenal atau tidak kenal, saudara atau bukan saudara. Bukankah syariah menyusnnahkan kita melakukan shalat jenazah? Dan bukankah intisari shalat jenazah itu mendoakan jenazah itu? Bukankah kita dianjurkan mendoakan ahli kubur ketika melewati kuburan?
Kalau doa dari selain anak itu tidak sampai, apa guna shalat jenazah dan anjuran berdoa ketika melewati kubur?

3. Kajian Menurut Islam
Kajian menurut hukum Islam, adopsi mempunyai pengertian memberlakukan anak angkat hanya sebagai rasa cinta dengan memberikan makan ataupun memberi sesuai kebutuhan yang bukan memberlakukan sebagai anak nasabnya sendiri, hukumnya mubah dan memperbolehkan pengangatan anak itu sendiri.
Dalam prespektif HAM adopsi merupakan jalan terbaik guna menanggulangi dan mengurangi beban penderitaan masyarakat miskin maupun masyarakat anak jalanan itu sendiri karena anak-anak merupakan asset bangsa sebagai generasi penerus dan merupakan potensi sumberdaya insani bagi pembangunan nasional jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk itu perlunya pembinaan dan memberikan kesempatan kepada anak bangsa yang terlantar di jalanan, dalam pendidikan kurang mendapatkan semestinya di usia belajar. Kondisi ini merupakan tugas kewenangan kita bersama sebagai kepanjangan tangan dari tugas negara untuk mengayomi khususnya pemerintah dan kita sebagai masyarakat Indonesia yang peduli atas kehadiran anak-anak tersebut untuk mengenyam pendidikan.
Menurut hukum adat, pengaturan adopsi pada masyarakat primitif maupun masyarakat maju, kekuatiran pada orang tua terhadap anak-anak kecilnya karena banyaknya kejadian kasus pencurian anak untuk dijual ke luar negeri. Dalam hal pengangkatan anak banyak ragam dan bervariasi dalam hal pengangkatan anak diperlukan dengan mempergunakan upacara.
Pasal yang penting dalam memberlakukan sistim hukum di Indonesia yaitu pasal 131 IS dan 163 IS, pada pasal 131 IS ayat 2 sub a yang merupakan dasar BW, dengan beberapa penyesuaian dengan keadaan yang ada di Indonesia pada waktu itu. Azaz yang dikenal dalam pasal 131 ini bisa disebut azaz Konkordansi/Concordantie Beginsel yang dapat diartikan :
“Terhadap orang Eropa yang berada di Indonesia diberlakukan hukum perdata asalnya, ialah hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda.”

4. Adopsi merupakan Solusi Bagi Anak Jalanan
Untuk mewujudkan dan mengurangi jumlah anak yang bergerak di jalanan untuk mencari kebutuhan hidup sehari-harinya, dan anak-anak itu adalah bagian dari kelompok masyarakat Indonesia yang perlu uluran tangan dan peduli terutama masyarakat yang mampu dimana harta kekayaannya untuk disimpan di berbagai bank di dunia alangkah luhur budi pekertinya bila kita sebagai bangsa Indonesia yang mampu dan berbagai ragam suku, agama, dan sistim hukum yang berbeda akan tetapi dalam hal adopsi bukan merupakan hambatan bagi masyarakat majemuk.
Bila semua golongan masyarakat yang mampu memberikan dukungan dalam rangka pelaksanaan untuk mewujudkan dan meningkatkan kualitas anak serta memberikan ataupun santunan berupa biaya pendidikkan atau sarana penampungan bagi anak jalanan sebagai wujud kepedulian kita terhadap anak jalanan itu sendiri, bila hal ini dapat dilakukan disetiap kota dan rasa peduli yang tinggi terhadap lingkungan masyarakat miskin, tentu anak jalanan lambat laun akan sirna dan lebih senang tinggal bersama orang tuanya atau inggal ditempat-tempat penampungan untuk belajar lebih giat lagi. Bila hal ini dapat berjalan sesuai dengan rencana dari angan-angan maka tindakan ini merupakan solusi pengadopsian anak jalanan.
5. Adopsi Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia

Menurut Adopsi dalam hukum barat yang biasa disebut (BW) yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) ketentuan yang mengatur adopsi atau pengangkatan anak, hanya mengatur ketentuan tentang pengakuan anak luar kawin, diatur dalam buku I BW Bab XII bagian ke 3 pasal 280 sampai 289 . Jadi KUH Perdata tidak mengenal tentang pengangkatan anak.
Menurut peraturan yang dikeluarkan pemerintah hindia belanda staatsblad nomor 129 tahun 1917, dari pasal 5 sampai 15 yang khusus mengatur adopsi atau pengangkatan anak dikalangan masyarakat tionghoa karena, bagi seorang tionghoa yang mampu dan tidak mempunyai keturunan maka habislah kejayaannya hal ini menurut aliran kepercayaan yang dianut oleh leluhurnya. Maka diangkatnya anak diluar garis keturunan darah di kalangan masyarakat tionghoa itu sendiri, untuk mengembalikan kejayaan yang selama ini di wujudkan.
Menurut perlindungan anak dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia tahun 1999 diatur dalam pasal 52 sampai dengan pasal 66, menurut pasal 56 menjelaskan sebagai berikut :
“Ayat 1 setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.”
“Ayat 2 dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan Undang-Undang ini maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Menurut Undang-undangan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 14 menjelaskan sebagai berikut :
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.”

“Menurut pasal 16 ayat 1 setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.”

“Ayat 3 penagkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.”

Anak menurut Undang-Undang dalam perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”

Sebagai anak yang sah sudah pasti pendapat perlindungan sepenuhnya dibawah asuhannya sendiri.

Menurut Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Bab IX pasal 43 ayat 2 sebagai berikut :
kedudukan ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah

Menurut (Burgerlijk wetboek) Bab ke dua belas bagian ke satu tentang anak-anak sah pasal 250 sebagai berikut:
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya.”

Jadi pengertian anak kandung yaitu anak yang lahir dari perkawinan sah antara ayahnya dan ibunya adalah anak kandung yang sah. Ada kemungkinan dalam hidupnya ada seorang anak mengikuti ayahnya dan ibu yang melahirkannya, ada kemungkinan hanya mengikuti ibu kandungnya tanpa ayah kandung, atau mungkin juga mengikuti ayah kandungnya tanpa ibu kandung.
Menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia No 39 tahun 1999 diatur dalam pasal 52 sampai dengan pasal 66, menurut pasal 56 dalam Perlindungan anak menjelaskan sebagai berikut :
“Ayat 1 setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.”
“Ayat 2 dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan Undang-Undang ini maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Menurut Undang-undangan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 14 menjelaskan sebagai berikut :

“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.”

“ Menurut pasal 16 ayat 1 setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.”
“Ayat 3 penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.”

Jadi dalam mengatasi permasalahan perlindungan anak terlantar atau fakir miskin dalam koridor anak jalanan dengan cara mengadopsi, cara ini juga masih mempunyai kendala dalam pelindungannya, karena adanya interaksi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Maka untuk memperhatikan fenomena yang relevan dalam peran perlindungan anak melalui adopsi, akan menimbulkan akibat tersendiri dan jangan sampai menimbulkan akibat dikemudian hari, untuk itu diperlukan suatu aturan perundangan yang jelas karena perlindungan anak melalui adopsi banyak ragamnya sehingga tidak menimbulkan penyimpangan negatif karena menyangkut masalah hak pewarisan.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Hukum Islam dalam mengambil kesimpulan dalam masalah adopsi ini, Maka adopsi yang seperti ini tegas diharamkan dalam syariah Islam. Di antara dalilnya adalah firman Allah SWT:
Panggilah mereka dengan nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Ahzab: 5).
Dalam ayat di atas kita dilarang untuk memanggil seseorang dengan nama ayah yang bukan ayah kandungnya. Seperti nama orang tua angkat. Dan penisbahan nasab seseorang kepada yang bukan haknya hanya akan melahirkan kerancuan dalam hukum Islam.
Untuk itu bila anda ingin memelihara anak orang lain, pastikan anda tidak mengubah nasabnya, juga tidak membohonginya dengan mengatakan bahwa anda adalah ayahnya. Tidak mengapa sejak awal anak itu tahu bahwa anda bukan ayahnya. Sebab yang menjadi inti masalah bukan status, tetapi bagaimana sikap dan perlakuan anda kepadanya. Sebab memang hal itulah yang secara langsung anak itu rasakan.
Dengan adanya kondisi seperti ini adopsi bagi anak jalanan perlu segera ditangani secara serius dengan pertimbangan bahwa hak suatu warga negara adalah sama untuk memperoleh kemerdekaan dalam kehidupan, usia anak yaitu usia pendidikan dan usia belajar dan bermain, perlunya kasih sayang dan perhatian dalam kehidupannya, maka dari itu di himbau bagi masyarakat yang mampu untuk mengadopsi bagi anak jalanan, dimana anak jalanan merupakan bagian dari masyarakat atau warga negara juga mampunyai hak yang sama dengan anak-anak lainnya, mereka anak jalanan berhak mendapat hak atas pendidikan dan kesejahteraan untuk hidup layak sebagai anggota masyarakat. Untuk itu diperlu ada batasan-batasan bagi adopsi itu sendiri agar tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

B. Saran-saran.
Mengingat sedikitnya waktu untuk menulis makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah tentang adopsi anak terdapat beberapa kekurangan yang perlu dilengkapi, dan bagi masyarakat yang mampu agar dengan hati lapang bersedia untuk menjadi ayah angkat (ayah asuh) dari anak-anakyang akan diadopsi, kiranya pembaca berkenan memberikan saran dan bantuannya bagi kesempurnaan makah ini. Untuk itu kiranya perlu adanya saran-saran dan bantuan serta permakluman dari pembaca makalah ini.

Pengantar Hukum Tata Negara

Bab I

Pengantar Hukum Tata negara Indonesia

 Asas-asas Hukum
Adalah suatu hukum yang bersumber pada perasaan manusia.
 Demokrasi
Adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah (mederegeren), baik secara langsung atau pun tidak langsung.
 Asas Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Asas kekeluargaan.

Bab II

Ilmu Pengetahuan Hukum Tata negara

 Istilah
Hukum tata Negara adalah Hukum Negara.
Di Belanda umumnya memakai istilah “staatsrech “ yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin ( dalam arti luas ) dan staatsrech In engere zin ( dalam arti luas ).
 Staatsrech in ruimere zin
Adalah Hukum Negara.
 Staatsrech in engere zin
Adalah hukum yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara , Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah.
Nb : Perbedaan prinsip dalam penggunaan istilah tersebut pada hakekatnya tidak ada, karena baik Hukum Tata Negara dalam arti yang luas ataupun sempit mengandung arti yang sama.
 Istilah
Di Inggris pada umumnya memakai istilah “ Contitusional Law “
Penggunaan istilah tersebut didasarkan atas alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol.
 Istilah
Di Perancis orang menpergunakan istilah “ Droit Constitutionnel “ yang di lawankan dengan “ Droit Administrative “.
 Istilah
Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah “ Verfassungsrech “ dan “ Verwaltungsrecht “.


















DEFINISI HUKUM TATA NEGARA


Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara
Adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya .
Fungsi
Masing-masing yang berkuasa di dalam lingkungan masyarakat hukum itu berhak menentukan susunan dan wewenang dari badan-badan tersebut.

Scholten
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara.
Kesimpulan
Bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing.
Van der Pot
Hukum Tata Negara
Adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang masing-masing, hubungannya satu dengan yang lain dan hubungan dengan individu yang lain.
Logemann
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur organisasi negara.
Jabatan merupakan pengertian Yuridis sedangkan fungsi adalah pengertian yang bersifat sosiologis. Karena negar merupakan organisasi yang terdiri dari fungsi-fungsi dan hubungannya satu dengan yang lain.
Secara Yuridis
Maka negara merupakan organisasi dari jabatan-jabatan.

Apeldoorn
Hukum Tata Negara
Dalam arti sempit yang sama artinya dengan istilah hukum tata negara dalam arti sempit, adalah untuk membedakannya dengan hukum negara dalam arti luas , yang meliputi hukum tata negara dan hukum administrasi negara itu sendiri.
Wade and Phillips
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan antara alat pelengkap negara itu.
Dalam bukunya yang berjudul “ Constitusional law “ yang terbit pada tahun 1936 .
Paton
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya ,wewenag dan hubungan antara alat pelengkap negara itu.
Dalam bukunya “ textbook of Jurisprudence “ yang merumuskan bahwa Constutional Law deals with the ultimate question of distribution of legal power and the fungcions of the organ of the state .

A.V. Dicey
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang terletak pada pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.
Dalam bukunya “ An introduction the study of the law of the consrtitution “
Maurice Duverger
Hukum Tata Negara
Adalah salah satu cabang dari hukum privat yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga nagara.
Kusumadi Pudjosewojo
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur bentuk negara ( kesatuan atau federal ), dan bentuk pemerintahan ( kerajaan atau republik ), yang menunjukan masyarakat
Hukum yang atasan maupunyang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya (hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukan alat-alat perlengkapan ( yang memegang kekuasaan penguasa ) dari masyarakat hukum itu,beserta susunan ( terdiri dari seorang atau sejumlah orang ), wewenang, tingkatan imbang dari dan antara alat perlengkapan itu.

Jadi dari definisi-definisi
tersebut dapat di tarik kesimpulan :
Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak azasinya.
Azaz-azas Hukum Tata Negara

Azas Pancasila
Setiap Negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu merupakan perwujudan dari keinginan rakyat dan bangsanya. Dalam bidang hukum, Pancasila merupakan sumber hukum materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nya dan jika hal itu terjadi, maka peraturan tersebut harus segera di cabut.
Pancasila sebagai Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Azas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi
Azas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan dari Pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan hukum.
Azas Negara Hukum yaitu negara yang berdiri diatas hukum ayng menjamin keadilan kepada warga negaranya.
Azas Demokrasi adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung maupun tak langsung,Azas Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Azas kekeluargaan.
Azas Kesatuan







A. Hubungan Hukum Tata negara dengan Ilmu Negara
Perbedaannya Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara dapat
dilihat dari objek yang diselidiki.

 Obyek Penyelidik Ilmu Negara adalah assas-asas pokok dan pengertian-pengertian pokok tentang Negara dan Hukum Tata negara pada umumnya.
 Obyek Hukum Tata Negara adalah Hukum Positif yang berlaku pada suatu waktu di suatu tempat.
Bagi Ilmu Tata negara yang penting adalah nilai teoritisnnya, maka ilmu pengetahuan ini merupakan suatu “ Seinswissenschaft “ sedangkan Hukum Tata Negara dan hukum Administrasi merupakan suatu “ Normativen Wissenschaft “
B. Hubungan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik
Hubungan ilmu politik dan hukum tata negara pertama-tama ditunjukan oleh Barents dengan perumpamaan Hukum Tata Negara sebagai kerangkan manusia, sedangkan Ilmu Politik sebagai dagingnya.
C. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara
Para ahli hukum berpendapat bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak terdapat perbedaan yang asasi , melainkan hanya karena manfaat saja. Hukum Administrasi Negara itu merupakan Hukum Tata Negara dalam arti luas dikurangi dengan Hukum Tata Negara dalam arti sempit di sebut sebagai teori Residu.
1. Van Vollenhoven telah membuat karangan yang bersangkutan dengan Hukum Administrasi Negara, yang berjudul “ Theorbecke en het administratiefecht “. Ia mengartikan Hukum Tata Negara sebagai sekumpulan peraturan–peraturan hukum yang menentukan badan-badan kenegaraan serta memberi wewenang kepadanya dan bahwa kegiatan pemerintahan moderen adalah membagi-bagikan wewenang kepada badan-badan tersebut yang tertinggi sampai yang terendak kedudukannya.
Sesuai denganpaham Oppenheim, rumusan Hukum Tata Negara itu sama dengan Negara dalam keadaan tidak bergerak. Sedangkan untuk Hukum Administrasi Negara, Van Hollenhoven merumuskan “ Hukum Andministrasi Negara adalah sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang mengikat badan-badan negara baik yang tinggi maupu yang rendah jika badan-badan itu mulai menggunakan wewenang yang telah di tentukandalam Hukum Tata Negara.
Menurut Van Hollenhoven , Hukum Administrasi Negara di dalam :
 Bestuursrecht
 Justitierecht
 Politierecht
 Regelaarsrcht
Pendapat Van Vollenhoven mengenai Hukum Administrasi Negara dapat dibagi dalam dua pengertian, yaitu :
 Hukum Administrasi Negara dalam arti Klasik
 Hukum Administrasi Negara dalam arti Moderen
2. Logemann yang dalam bukunya yang berjudul “ Over de theorie van een stellingstaatsrecht “ mengadakan perbedaan secara tajam antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Untuk membedakannya ia bertitik tolak pada sistematis hukum pada umumnya yang meliputi tiga hal, yaitu :
 Ajaran tentang status ( persoonsleer )
 Ajaran tentang lingkungan ( gebiedseel )
 Ajara tentang hubungan hukum ( leer de rechtsbetreekking )

Sistematik dalam bukunya tersebut dibagi atas :
A. Hukum Tata Negara dalam arti sempit meliputi :
 Persoonsleer
Yaitu mengenai persoon dalam arti hukum meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, pertanggung jawaban, lahir dan hilangnya hak dan kewajiban tersebut, hak organisasi, batasan-batasan dan wewenang.


 Gebiedsleer
Yaitu menyangkut wilayah atau lingkungan dimana hukum itu berlaku dan yang termasuk dalam lingkungan itu adalah waktu, tempat, dan manusia atau kelompok dan benda.
B. Hukum Administrasi Negara meliputi ajaran mengenai hubungan hukum (leer der rechtsbetrekkingen)
Menurut Loegmann, Hukum Tata Negara itu meliputi :
 Susunan dari jabatan-jabatan.
 Penunjukan mengenai pejabat-pejabat.
 Tugas dan jabatan yang melekat pada jabatan itu.
 Kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan .
 Batas dan wewenang dan tugas dari jabatan terhadap daerah dan orang-orang yang di kuasainya.
 Hubungan antar jabatan.
 Penggantian jabatan.
 Hubungan antar jabatan dengan penjabat.
Hukum Administrasi Negara mempelajari jenisnya, bentuk serta akibat hukum yang dilakukan oleh para penjabat dalam melakukan tugasnya.
3. Stellinga yang membedakan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara secara tegas. Dalam suatu penyambutannya yang berjudul “ Systematische Staatsrechtstudie “ dikemukakan bahwa tidak hanya di dalam Hukum Tata Negara saja diadakan sistematik, tapi juga dalam Hukum Administrasi Negara.
Dalam bukunya yang berjudul “ Grondtrekken van het Nederlandsch “ jadi hukum Administrasi Negara itu tidak lagi merupakan suatu kumpulan dari monografhi-monografhi, melainkan ia merupakan sistematik yang menghubungkan bagian satu dengan yang lain, yang masing-masing bagian itu diletakan dalam tempanya yang tepat.
4. Kranenburg berpendapat bahwa, membedakan kedua cabang ilmu pengetahuan ini secara tajam karena isinya maupun wataknya berlainan adalah tidak rill. Perbedaan ini disebabkan karena pengaruh dari ajaran organisasi mengenai negara (organische staatstheorie) yang timbul karena pembagian dalam ilmu pengetahuan medis yang disebut anatomie dan physologie. Perbedaan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara itu tidak bersifat azasi antara ilmu pengetahuan itu. Sama halnya dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang, pemisahan tersebut disebabkan karena kebutuhan akan pembagian kerja yang timbul dari cepatnya pertumbuhan hukum korporatif dari masyarakat hukum territorial dan juga disebabkan karena perlu pembagian materi yang diajarkan, sehingga Hukum Tata Negara meliputi, susunan, tugas wewenang dan cara badan-badan menjalankan tugasnya yang sekedar untuk kepentingan dan pembagian kerja.
5. Van der Pot juga membedakan secara tajam antara Hukum Tata Negara dan hukum Administrasi Negara dengan alasan perbedaan secara prinsipil itu tidak menimbulkan suatu akibat hukum, dan apabila diadakannya suatu perbedaan itu maka penting bagi ilmu pengetahuan hukum sehingga para ahli hukum mendapatkan suatu gambaran tentang system yang bermanfaat.
6. Vegting berpendapat bahwa Hukum Tata Negara mempunyai obyek penyelidikan hal-hal yang pokok mengenai organisasi dari pada negara, sedangkan bagi Hukum Administrasi Negara obyek penyelidikannya adalah mengenai peraturan-peraturanyang bersifat teknis, yaitu pada pidatonya yang berjudul “ Plaats en aard van het Administratiefrecht “.

Makalh Hukum Lingkungan

BAB I
P E N D A H U L U A N


1. Alasan pemilihan Judul “Sejuta Bencana Terencana di Indonesia“.
Pilihan pada judul ‘ sejuta Bencana Terencana di Indonesia “ dididasarkan atas pertimbangan sebagai berikut.
Dalam judul tersebut tidak hanya membahas sebuah bencana saja, tetapi membahas secara menyeluruh yang dimana bencana tersebut terjadi di negeri ini dan menyisakan duka bagi rakyat. Meski banyak retorika di bangun untuk mengatasi hal ini, baik pada masa Orde Baru maupun pada masa Orde Reformasi. Namun seringkali tidak dibarengi dengan tindakan kebijakan nyata.
Peningkatan bencana terus terjadi dari tahun ketahun, bahkan dari tahun 1988 sampai awal 2006 jumlah bencana di Indonesia mencapai 674 bencana alam meliputi banjir, longsor, gempa bumi, dan angina topan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 2022 dan jumlah kerugian ratusan milyar. Jumlah tersebut belum termasuk bencana yang terjadi di pertengahan 2003 sampai awal 2006 yang mengakibatkan hamper 1500 korban jiwa.
Dalam Environmental Outlook WALHI 2003 di ungkapka bahwa bangsa Indonesia tidak bisa lagi bangga dengan julukan Jamrud Khatulistiwa, karena pada kenyataannya, negeri kita adalah negeri sejuta bencana.
Dalam setahun tercatat kurang lebih dari 14 bencana alam terjadi terutama banjir dan tanah longsor, bencana tersebut menyebabkan lebir dari 101 orang meninggal, ribuan rumah rusak, jutaan hektar lahan pertanian rusak yang mengakibatkan kerugian mencapai trilyunan rupiah.
Bencana structural, bencan alam maupun bencana kemanusiaan terus terjadi. Dalam tahun 2002 tercatat bencana besar terjadi adalah langganan kebakaran hutan di Pontianak, Jambi, Palembang, banjir di Jakarta, Jawa Tengah, Semarang, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya.
Fenomena banjir bandang dan tanah longsor adalah suatu fenomena alam yang jamak di muka bumi ini. Secara umum ketika sebuah sistem aliran sungai yang memiliki tingkat kemiringan ( gradien ) sungai reltif cukup tinggi ( ± 30% atau lebih dari 27º) apabila di hulunya terjadi hujan yang cukup lebat, maka potensi terjadinya banjir banding relatif tinggi. Tingkat kemiringan sungai yang relatif curam ini dapat dikaakan sebagai faktor “ bakat “ atau bawaan. Sedangkan curah hujan adalah pemicu saja.
Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan tanah longsor.

Bencana Alam di Indonesia (1998-2003)
Jenis Jumlah Kejadian Korban Jiwa kerugian Jutaan Rupiah
Banjir 302 1066 191312
Longsor 245 645 13928
Gempa Bumi 38 306 100000
Gunung Berapi 16 2 n.a
Angin Topan 46 3 4015
Jumlah 647 2022













Sumber : Bakornas BP

Persentase tersebut berarti bahwa bencana terbesar yang terjadi justru bencana yang bisa diatasi, diantisipasi kejadian dan resikonya. Bencana banjir dan tanah longsor adalah bencana yang terjadi bukan hanya kerena faktor alamiah alam, namun lebih banyak karena campur tangan manusia. Bencana banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang “ bisa di rencanakan “
Dalam kurun waktu 2003, terhitung bulan januari 2003 sampai dengan November 2003, bencana kembali terjadi dengan insensitas yang sangat tinggi. Bencana-bencana besar, seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan lebih banyak disebabkan oleh salah kelola lingkungan hidup, dan hal ini terbukti dengan bencana yang akan di jelaskan pada makalah ini.

2. Perumusan Masalah

 Banjir dan tanah Longsor
Bencana di Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, disebabkan oleh Illegal Logging yang dilakukan dalam TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser), yang mengakibatkan 92 orang tewas dan 154 orang hilang.

 Bencana di sekitar kawasan Ekosistem Leuser
Keberadaan Ekosistem ini kian waktu kian terancam akibat berbagai kerusakan dan pembalakan kayu secara illegal.tercatat sekitar 25% dari total Kawasan Ekosistem Leuser telah rusak, atau setara dengan 500.000 Ha.
Akibatnya, sejumlah DAS (Daerah Aliran Sungai) besar, pada musim hujan sering menimbulkan kebanjiran dan kekeringan pada musim kemarau.
 Banjir Bandang di Jateng

Banjir banding ini disebabkan oleh beberapa sungai yang tidak mampu menampung air hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir. Banjir bandang ini melanda sepuluh desa di kecamatan Banyumas dan dua di Desa Cilacap, yang ketinggian airnya di areal persawahan mencapai tiga meter dan mengakibatkan ratusan hektar lahan pertanian di 12 desa terendam air.

 Banjir Bandang di langkat, Sumatra Utara
Banjir kembali merendam sekitar 600an rumah di sepanjang radius 200 meter aliran Sungai Batang Serangan Tanjungpura. Luapan aliran sungai tidak terkendali lagi karena dua unit mesin pompa penyedot air di Tanjungpura rusak dan menyusul meluapnya air Sungai Batang Serangan akibat guyuran hujan selama sepekan terakhir.

 Longsor di Garut
Musibah Longsor ini terjadi akibat rusaknya hutan di wilayah penyanggah, yang kian tahun kian merosot. Bencana tersebut juga menewaskan tidak kurang 15 orang dan puluhan rumah rusak berat.

 Banjir dan Tanah Longsor di NTT
Hal ini disebabkan oleh hujan deras yang disertai badai yang mengakibatkan banjir dan tanah Longsor. Serta merenggut korban jiwa sebanyak 42 orang.

 Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan ini menyebabkan kota Palangkaraya gelap tertutup olah kabut asap pada siang hari. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya kehilangan ratusan hektar hutan namun juga mengakibatkan penyakit ISPA dan macetnya roda perekonomian serta transportasi.

 Kekeringan
Salah satu kekeringan yang terparah terjadi di Wonogirim, dampak ini bukan hanya rawan pangan karena tidak ada panen dan krisis air bersih dari tahun ketahun.

3. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dan Kegunaan dari pembuatan makalah ini, agar pembaca bisa merenungkan semua kejadian yang telah dialami oleh sebagian orang, dan lebih mengerti dan memahami akan pentingnya lingkungan yang sehat tanpa adanya ancaman dari berbagai aspek.
Bencana-bencana tersebut sudah menjadi langganan dari masing-masing wilayah yang mengalaminya, dan disini kita dituntut untuk dapat mengantisipasi hal-hal tersebut mulai dari sekarang.
Pengendalian pencemaran lingkungan hidup merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Dan barang siapa yeng melakukan kelalaian, ketidaktaatan atau pelanggaran atas kewajiban tersebut diancam dengan sejumlah sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana.
Sesuai dengan hasil Konferensi PBB Tentang Lingkunga Hidup manusia yang diselenggarakan pada tanggal 05 – 16 Juni 1972 di Stockholm, Swedia.Yang berisi 26 Azas yang didasarkan pada 7 pokok Pertimbangan Dasar tentang bagaimana sebaiknya kita mengelola lingkungan hidup kita, demi untuk melestarikan dan mengembangkannya.
Di samping “Deklarasi Lingkungan Hidup Manusia” itu telah pula disahkan sejumlah 109 rekomendasi untuk menerapkan dan melaksanakan azas tersebut. Dan rekomendasi tersebut disusun ke dalam suatu “ ACTION PLAN ON THE HUMAN ENVIRONMENT “ atau “ Rencana Kegiata Lingkungan Hidup Manusia, yang terdiri dari 3 komponen dasar :
• ASSESSMENT ( Penilaian )
• MANAGEMENT ( Pengelolaan )
• SUPPORTING MEASURES ( Sarana Penunjang ) :
• Sarana Penunjang HUKUM
• Sarana penunjang INSTITUSI
• Sarana Penunjang KEUANGAN
Dan yang sangat menarik perhatian adalah ditetapkannya tanggal 05 Juni sebagai HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA atau “ World Environment Day “ yang menjadi sarana dalam penghidupan dan meningkatkan kesadaran Umat Manusia terhadap Masalah Lingkungan.


4. Metode yang dihasilkan
Metode yang dihasilkan adalah “ Metode Ilmiah Analisis-Struktural “ berdasarkan ajaran filsafah Plato, tentang “ Keselarasan Azasi “ guna menuju kenyataan berlandaskan pengertian dan tidak hanya sekedar pengetahuan.
Metode ini menganalisa sasaran yang terutama sekali dari segi struktural, yaitu baik dari wadah maupun dari segi isi, yang menunjukan makin mendekati hakekat kenyataan agar dapat memperoleh penyelesaian masalah dengan hasil yang memuaskan.
Sama halnya dengan bahan yang penulis dapat WALHI ( Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ) yang benar-benar memperjuangkan masalah lingkungan sesuai dengan UU/No 23/1997 dan fakta yang ada, melalui penelitian sebab-akibat dan penyelesaian yang dapat dilakukan dalam masalah lingkungan.
Serta berkampanye untuk melestarikan lingkungan sekitar kita, kampanye tersebut bersifat ajakan, dimana masyarakat dibujuk untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga lingkungan demi keamana dan kelangsungan hidup manusia dan ekosistimnya.
Kita membutuhkan pohon-pohon yang di tanam di tepi jalan trotoar dan hutan sebagai paru-paru dunia yang tidak bisa tergatikan. Hal ini dapat dirasakan bahwa betapa pentingnya lingkungan yang sehat bagi kita.

5. Sistematika Penulisan
Melihat betapa banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia, seperti yang telah dikemukakan di atas, maka untuk memperjelas dan mempermudah dalam pembahasan materi, maka penulis menguraikan secara sistematis.
Bab I merupakan pendahuluan yang sekaligus menjadi ruang lingkup dalam penulisan dan menjelaskan beberapa pemikiran tentang sejuta bencana yang terjadi di Indonesia dan sekaligus menjadi alasan dalam pemilihan judul. Alasan yang pertama karena dalam judul tersebut tidak hanya membahas sebuah bencana saja, tetapi membahas secara menyeluruh yang dimana bencana tersebut terjadi di negeri ini dan menyisakan duka bagi rakyat. Yang kedua karena sebagian masyarakan masih sangat kurang perhatiannya terhadap masalah lingkungan yang dimana lingkungan tersebut adalah bagian dari kehidupan mahkluk hidup dan ketiga karena banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi maka dibuatlah suatu analisa tentang masalah lingkungan yang telah penulis uraikan diatas. Di dalam Bab ini hanya menguraikan garis-garis besar dalam suatu permasalahan.
Bab II, merupakan uraian dari berbagai permasalahan lingkungan dari tahun ke tahun dan landasan yang digunakan dalam Peratura Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran air (PP No.20/1990), Undang-undang Lingkungan hidup yaitu UU No.23/1997.
Dalam Bab III hanya berisi kritik dan saran yang ditujukan kepada pembaca, agar penulis dapat memperbaiki segala kekurangan. Dan dengan kritik dan saran tersebut semoga penulis mempertimbangkan dan memperkaya pengetahuan dalam mengkaji suatu permasalahan.

BAB II

A. Banjir dan Tanah Longsor

 Bencana di Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatra utara
Bencana Lingkungan besar kembali melanda kawasan Bahorok-Langkat, Sumatra Utara. Peristiwa tragis ini terjadi pada hari Senin, 03 November 2003. Air bah yang dating dari huku DAS ( Daerah Aliran Sungai ) Bahorok, telah memakan korban jiwa. Teridentifikasi korban yang telah meninggal 92 orang tewas dan 154 orang hilang.
Menurut saksi mata, dari kejadian di lokasi Bahorok diperkirakan korban akan bertambah sampai ratusan orang, karen sejumlah warga saat ini diidentifikasi telah hilang. Menurut saksi mata yang tidak mau menyebutkan namanya, dilokasi kejadian mengatakan bahwa potongan-potonga kayu tersebut berasal dari perambahan kayu liar yang di lakukan di dalam TNGL ( Taman Nasional Gunung Leuser ) wilayah Bahorok – Langkat da sebagiannya di sekitar kawasan hutan Lawe Pakam – Kutacane, Aceh tenggara.
Sungai Bahorok yang mengalir melalui Desa Bukit Lawang merupakan bagian dari DAS Sei Wampu. Kerusakan hutan di sub DAS Bahorok merupakan penyebab utama terjadinya banjir banding tersebut. Penebangan yang diikuti dengan tanah longsor pada akhirnya menjadi ‘senjata pemusnah massal’ ( weapon mass destruction ) yang sangat mengerikan.
Sementara itu, di wilayah Aceh Tenggara telah berulang kali terjadi pengrusakan kawasan melalui kegiatan Illegal Loggingoleh para pemegang IPK dan HGU yang tetap memberikan ijin meskipun letaknya berseblahan dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Akibat moral buruk pemegang ijin, perambahan hutan sengaja mencapok TNGL. Selain itu, pembangunan infrastruktur jalan jalur pendukung Ladia Galaska antara lain pada ruas jalan Muara Situlen – Gelombng ( Acah Singkil berbatasan dengan Sumatra Utara ) hingga akan menembus bukit Lawang dan ruas jalan Titi Pasir ( Lawe Pakam )- Bahorok ( Aceh Tenggara Langkat ). Meskipun dalam rencana Ladia Galaska sang permakarsa ( Pemda Provinsi NAD dan Menkimpraswil RI ) menyatakan menunda pembangunanruas jalan tersebut. Namun pada tahun anggara 2002 lalu telah mulai dikerjakan. Jalan Ladia Galaska telah dan akan menjadi akses bagi kehancuran lebih lanjut.
 Bencana di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser
Kawasan Ekosistem Leuser yang membentang dari kawasan Aceh hingga Sumatra Utara dengan luas mencapai 2,5 Juta Hektar adalah himpunan kawasan Cagar ALam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Hutan Lindung dan Taman Nasional Gunng Leuser yang melintas 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Keberadaannya sudah diakui oleh dunia Internasional. Secara nasional Wilayah ini diakomodir melalui Keppres NO. 33 tahun 1998 tentang Pengelolaan Ekosistem Leuser.
Namun keberadaannya dari waktu ke waktu kian terancam akibat berbagai ancaman kerusakan dan pembalakan kayu secra illegal. Bahkan proyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, perkebunan kelapa skala besar, HPH, HTI, dan IPK serta trensmigrasi yang salah kaprah telah menyebabkan kawasan ini makin rusak terdegrasi. Tercatat saat ini, sekitar 25% dari total Kawasan Ekosistem Leuser telah rusak, atau setara dengan 500.000 Ha. Akibatnya sejumlah DAS besar yang hulunya berada di Kawasan Ekosistem Leuser kini makin kritis, sehingga di musim hujan sering menimbulakan kebanjiran dan kekeringan di musim kemarau. Sekitar 2,5 Juta penduduk tergantung dari sumber air DAS di Kawasan Ekosistem Leuser.
Kejadian bencana lingkungan makin terdegradasinya Kawasan Ekosostem Leuser dan Kawasan Hutan Seulawah di Provinsi NAD tercatat sangat meningkat sepanjang tahun 2000-2002. Ada sekitar 790 kali kejadian banjir, longsor dan erosi melanda kawasan Aceh yang telahmenelan korban jiwa, harta dan benda dan rusaknya infrastruktur ekonomi masyarakat. Sementara itu di musim kemarau jutaan hektar sawah kekurangan air.

 Banjir Bandang di Jateng
Tanggal 01 November 2003, sedikitnya 119 rumah, satu sekolah dan jalan kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen mengalami kerusakan akibat tanah longsor saat hujan mengguyur kawasan itu. Tanah longsor yang menimpa rumah penduduk itu terjadi di empat Desa, yakni Desa Kalibangkang (62 rumah rusak), Desa Watukelir (37), Desa Srati (11) dan Desa Jintung (5). Kerugian yang dialami mencapai sedikitnya Rp256,3 Juta. Selain itu banjir terjadi di Jawa Tengah bagian selatan, antara lain di Jawa Tengah bagian selatan, yaitu anyumas, Cilacap, Kebumen dan Purworejo.
Tanggal 30 Oktober 2003, ribuan rumah dan ratudan hektar sawah di 12 Desa di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah, baru-baru ini dilanda banjir. Ini disebabkan beberapa sungai tidak mampu menampung air hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir. Banjir ini melandasepuluh desa di Kabupaten Banyumas dan dua Desa di Kabupaten Cilacap, yakni Nusawangkal dan Karangsambung, kondisi terparah terjadi di desa Nusadadi, Kabupaten Banyumas dengan ketenggian air diareal sawah mencapai ketinggian 3 meter.
Di Banyumas dan Purwokerto, banjir menggenangi ribuan hektar sawah, dan sekitar 3.000 keluarga di Desa Nusadadi, Kecamatan Tambak, masih terkurung air akibat luapan sungai Ijo dan sungai Kecepak. Sementara itu banjir juga melanda Desa Karangsambung dan Nusawangkal, kecamatan Nusawungum, Kabupaten Cilacap dimana air mengenangi 130 rumah dari 1.249 Ha sawah yang tergeng berupa persemaian dan kerugian di perkirakan Rp28.800.000.
Tanggal 02 Oktober 2003, hujan deras kembali mengguyur Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hal ini membuat warga di 10 Desa di Kabupaten itu khawatir akan adanya banjir susulan. Sebab genangan air hujan yang lalu belum seluruhnya surut. Kerugian materi diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah, genangan terparah terjadi di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpih. Sementara itu, banjir yang melanda Nusawangkal dan Desa karangsambung, Cilacap, Jateng, meluas. Padahal, sebagian besar rumah penduduk dan ratusan hektar lahan pertanian di 12 Desa terendam air.

 Banjir Bandang di Langkat, Sumatra Utara
Tanggal 07 Oktober 2003, banjir kembali merendam sekitar 600-an rumah di sepanjang radius 200 meter aliran Sungai Batang Serangan Tanjungpura, Langkat, Sumatra Utara. Luapan air sungai tak terkendali karena dua unit mesin pompa penyedot air hujan ke waduk penampungan air di Tanjungpura, rusak.
Tanggal 30 September 2003, banjir setinggi 80 sentimeter melenda Kabupaten langkat, Sumatra Utara. Musibah terjadi menyusul meluapnya air Sungi Batang Serangan akibat guyuran hujan selama sepekan terakhir. Tak pelak puluhan rumah di sepanjang sungai terbesar di Langkat ini terendam air bah. Selain itu, puluhan hektar sawah siap panen juga dikhawatirkan rusak.
Tanggal 15 September 2003, terjadi musibah tanah longsor di Kampung Ciloa Desa Wagunajaya Cikalong Wetan , Kabupaten Bandung yang menelan korban 7 orang dan belasan lainnya menderita luka-luka.
Tanggal 20 September 2003, tanah longsor di bukit Pasir Gudang, Kampung Lengkong, Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Bogor, Jawa Barat yang menewaskan 9 orang pekerja penambang pasir. Bukit Pasir Gudang yang luasnya mencapai 10 hektar itu, pasirnya telah ditambang secara besar-besaran sejak tahun 1998 oleh tiga perusahaan.
Bulan Februari 2003, banjir menimpa daerah Brebes yang sedikitnya merendam 5.000 rumah. Di samping mengakibatkan sekira 2.000 Ha tanama padi puso juga menggenangi tanaman tebu dan bawang, dan lahan tambak. Kerugian yang di timbulkan sedikitnya mencapai Rp5 Milyar.

 Longsor di Garut
Awal Januari 2003 bencana Longsor terjadi di mandalawangi, Garut. Bencana tersebut menewaskan tidak kurang dari 15 orang dan puluhan rumah rusak berat. Longsor tetrjadi karena rusaknya hutan sebagai wilayah penyanggah. Tahun 1990 luas hutan Jabar mencapai 791.519 Ha atau sekitar 22% dari luas jabar, jumlah tersebut menyusut drastic hingga 323.802 Ha, tahun 2002 atau sama 9% dari luas keseluruhan Provinsi Jabar yang 3.555.502 Ha. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah dan Jabar terus akan rawan terhadap bencana banjir dan longsor.

 Banjir dan Tanah Longsor di NTT
29 Maret – 2 April 2003, hujan badai terjadi di Ende, Nuasa Tenggara Timur. Hujan deras disertai badai tersebut mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Korban meninggal sebanyak 42 orang, ratusan rumah dan bangunan hancur. Korban yang meninggal banyak diakibatkan karena terbawa arus.

B. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan terbesar tahun ini terjadi di Palangkaraya. Bencana ini mengakibatkan bandara tertutup asap dan Kota palangkaraya gelap tertutup asap pada siang hari. Ketika bencana terjadi dua hari anak-anak sekolah dasar diliburkan untuk menghindari asap. Bencana kebakaran hutan juga terjadi di Riau, Jambi dan Lampung. Kerugian terjadi bukan hanya hilangnya hutan ratusan Ha, namun juga penyakit ISPA, macetnya roda perekonomian serta transportasi.

C. Kekeringan
Musim kemarau ini hamper seluruh Pulau Jawa dilanda kekeringan.Wonogiri adalah salah satu daerah terparah. Daerah ini dari tahun ke tahun mengalami bencana kekeringan. Dampak yang terjadi bukan hanya rawan pangan karena tidak adanya panen, namun krisis air bersih kemudian juga melanda berbagai wilayah yang mengalami kekeringan. Untuk mengantisipasi kekeringan Bupati Wonogiri meminta kepada pemerintah pusat untuk menyediakan pengadaan 100 unit sumur pantek dan bantuan 77 unit pompa air. Untuk mengatasi penyediaan air bersih meminta proyek rehabilitasi embung senilai Rp231,4 Milyar. Dan untuk Rehabilitasi hutan diperkirakan mencapai Rp223,9 Milyar.
Kekeringan juga terjadi di Bojonegoro, kekeringan di kota ini menyebabkan areal sawah seluas 1000 ha tidak bisa panen. Konflik horisontal berebut air juga terjadi antara warga. Konflik ini makin meruncing ketika petani yang sudah terlanjur menebar benih tidak teraliri oleh irigasi. Mereka berharap pemerintah bersedia untuk menaikan air dari tanah dan menyedot air dari Sungai Bengawan Solo, tidak mendapat tanggapan. Hingga akhirnya pipa PDAM karena jebolnya PDAM Bojonegoro sangat merugikan pendapatan PDAM.

D. Landasan Teori
Landasan yang penulis gunakan mengacu pada Undang-undang Lingkunga Hidup No.23 tahun 1997, Peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 dan sesuai dengan hasil Konferensi PBB Tentang Lingkunga Hidup manusia yang diselenggarakan pada tanggal 05 – 16 Juni 1972 di Stockholm, Swedia.Yang berisi 26 Azas yang didasarkan pada 7 pokok Pertimbangan Dasar tentang bagaimana sebaiknya kita mengelola lingkungan hidup kita, demi untuk melestarikan dan mengembangkannya.

BAB III
P E N U T U P

A. Kesimpulan dan Saran
Dari berbagai fakta yang ada jelas terlihat bahwa bencan besar yang terjadi tidak serta merta datang, namun didahului oleh adanya eksploitasi lingkungan, adanya kebijakan yang tidak memenuhi aspirasi masyarakat, serta tidak adanya management bencana dari pemerintah.
Bencana-bencana tersebut seharusnya tidak perlu terjadi dan bisa diminimalisir oleh pemerintah seandainya pemerintah berbesar hati untuk tidak mencampakan alam dengan dalih kebijakan pembangunan atau devisa. Sungguh bencana tersebut adalah bencana terencana.
Dalam rangka pengembangan lingkungan hidup, dalam Repelita III akan dilaksanakannya tiga program pembangunan antara lain :
• Program penyelamatan hutan, tanah dan air
Program ini ditujukan untuk mencegah kemerosotan dan sebanyak mungkin meningkatkan produktifitas sumber alam tanah, air , laut dan hutan. Dengan usaha-usaha pengawetan tanah dan air dalam areal produksi pertanian, pencegahan perusakan daerah pesisir dan hutan, serta usaha reklamasi tanah kritis melalui pola pembangunan masyarakat yang menyeluruh.
Program ini pada intinya mencakup kegiatan-kegiatan reboisasi dan penghijauan, pembangunan bangunan pencegahan erosi dan banjir, penyehatan sungai, pembinaan penyediaan kayu baker bagi rakyat pedesaan, usaha peningkatan lapangan kerja pedesaan, pengawetan tanah dan areal produksi pangan, perlindungan daerah pesisir, pncegahan pengrusakan hutan dan perbaikan tata guna tanah.
Dan program ini pun akan mencakup juga kegiatan-kegiatan inventarisasi dan perencanaan sumber-sumber air, sungai, danau dan rawa. Serta perbaikan pesisir, danau dan sungai.
• Program pembinaan sumber alam dal lingkungan hidup
Pencegahan pencemaran , bimbingan usaha penanggulan pencemaran, penentuan kriteria dampak lingkungan dan penelusurannya. Pembangunan suaka alam dan taman nasional, yang meliputi aspek pariwisata, kehutanan, infrastruktur dan partisipasi masyarakat serta pembangunan permukiman yang seimbang antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan dimana kesatuan rencana menyangkut pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan budaya, penyediaan lapangan pekerjaan lokal dan lain-lain.
Penyelidikan, penelitian dan penyuluhan untuk menunjang kemampuan nasional di bidang ilmu dan teknologi lingkungan hidup. Pembangunan pengaturan dan lembaga yang mantap untuk memungkinkan pembinaan mutu lingkungan hidup, dilengkapi dengan aparat yang memadai. Inventarisasi dan evaluasi sumber alam dengan suatu kesatuan rencana dan penilaian untuk memungkinkan penyelesaian pengenalan sumber alam dan penilaian sumber alam tanah, air, hutan, laut, atmosfir, energi dan mineral.



• Program pembangunan meteorology dan geofisika
Di program ini akan dikembangkan jaringan meteorologi yang lengkap untuk memungkinkan keselamatan penerbangan dan pelayaran yang lebih besar dan peramalan musim tanam dan panen.



DAFTAR PUSTAKA



Prof. Mr. St. MUNADJAT DANUSAPUTRO, Hukum Lingkungan,
Penerbitan Bina Cipta, ----------- 1984
Htt://www.walhi.or.id

Definisi Hukum Tata Negara (iLmu Negara)

DEFINISI HUKUM TATA NEGARA


Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara
Adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya .
Fungsi
Masing-masing yang berkuasa di dalam lingkungan masyarakat hukum itu berhak menentukan susunan dan wewenang dari badan-badan tersebut.

Scholten
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara.
Kesimpulan
Bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing.
Van der Pot
Hukum Tata Negara
Adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang masing-masing, hubungannya satu dengan yang lain dan hubungan dengan individu yang lain.
Logemann
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur organisasi negara.
Jabatan merupakan pengertian Yuridis sedangkan fungsi adalah pengertian yang bersifat sosiologis. Karena negar merupakan organisasi yang terdiri dari fungsi-fungsi dan hubungannya satu dengan yang lain.
Secara Yuridis
Maka negara merupakan organisasi dari jabatan-jabatan.

Apeldoorn
Hukum Tata Negara
Dalam arti sempit yang sama artinya dengan istilah hukum tata negara dalam arti sempit, adalah untuk membedakannya dengan hukum negara dalam arti luas , yang meliputi hukum tata negara dan hukum administrasi negara itu sendiri.
Wade and Phillips
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan antara alat pelengkap negara itu.
Dalam bukunya yang berjudul “ Constitusional law “ yang terbit pada tahun 1936 .
Paton
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya ,wewenang dan hubungan antara alat pelengkap negara itu.
Dalam bukunya “ textbook of Jurisprudence “ yang merumuskan bahwa Constutional Law deals with the ultimate question of distribution of legal power and the fungcions of the organ of the state .

A.V. Dicey
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang terletak pada pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.
Dalam bukunya “ An introduction the study of the law of the consrtitution “
Maurice Duverger
Hukum Tata Negara
Adalah salah satu cabang dari hukum privat yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga nagara.
Kusumadi Pudjosewojo
Hukum Tata Negara
Adalah hukum yang mengatur bentuk negara ( kesatuan atau federal ), dan bentuk pemerintahan ( kerajaan atau republik ), yang menunjukan masyarakat
Hukum yang atasan maupunyang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya (hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukan alat-alat perlengkapan ( yang memegang kekuasaan penguasa ) dari masyarakat hukum itu,beserta susunan ( terdiri dari seorang atau sejumlah orang ), wewenang, tingkatan imbang dari dan antara alat perlengkapan itu.

Jadi dari definisi-definisi
tersebut dapat di tarik kesimpulan :
Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak azasinya.
Azaz-azas Hukum Tata Negara
 Azas Pancasila
Setiap Negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu merupakan perwujudan dari keinginan rakyat dan bangsanya. Dalam bidang hukum, Pancasila merupakan sumber hukum materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nya dan jika hal itu terjadi, maka peraturan tersebut harus segera di cabut.
Pancasila sebagai Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
 Azas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi
Azas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan dari Pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan hukum.
Azas Negara Hukum yaitu negara yang berdiri diatas hukum ayng menjamin keadilan kepada warga negaranya.
Azas Demokrasi adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung maupun tak langsung,Azas Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Azas kekeluargaan.
 Azas Kesatuan
Adalah suatu cara untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu dan damai tanpa adanya perselisihan sehingga terciptanya rasa aman tanpa khawatir adanya diskriminasi
 Azas Pembagian Kekuasaan dan Check Belances
Yang berarti pembagian kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian baik mengenai fungsinya.