BAB I
P E N D A H U L U A N
1. Alasan pemilihan Judul “Sejuta Bencana Terencana di Indonesia“.
Pilihan pada judul ‘ sejuta Bencana Terencana di Indonesia “ dididasarkan atas pertimbangan sebagai berikut.
Dalam judul tersebut tidak hanya membahas sebuah bencana saja, tetapi membahas secara menyeluruh yang dimana bencana tersebut terjadi di negeri ini dan menyisakan duka bagi rakyat. Meski banyak retorika di bangun untuk mengatasi hal ini, baik pada masa Orde Baru maupun pada masa Orde Reformasi. Namun seringkali tidak dibarengi dengan tindakan kebijakan nyata.
Peningkatan bencana terus terjadi dari tahun ketahun, bahkan dari tahun 1988 sampai awal 2006 jumlah bencana di Indonesia mencapai 674 bencana alam meliputi banjir, longsor, gempa bumi, dan angina topan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 2022 dan jumlah kerugian ratusan milyar. Jumlah tersebut belum termasuk bencana yang terjadi di pertengahan 2003 sampai awal 2006 yang mengakibatkan hamper 1500 korban jiwa.
Dalam Environmental Outlook WALHI 2003 di ungkapka bahwa bangsa Indonesia tidak bisa lagi bangga dengan julukan Jamrud Khatulistiwa, karena pada kenyataannya, negeri kita adalah negeri sejuta bencana.
Dalam setahun tercatat kurang lebih dari 14 bencana alam terjadi terutama banjir dan tanah longsor, bencana tersebut menyebabkan lebir dari 101 orang meninggal, ribuan rumah rusak, jutaan hektar lahan pertanian rusak yang mengakibatkan kerugian mencapai trilyunan rupiah.
Bencana structural, bencan alam maupun bencana kemanusiaan terus terjadi. Dalam tahun 2002 tercatat bencana besar terjadi adalah langganan kebakaran hutan di Pontianak, Jambi, Palembang, banjir di Jakarta, Jawa Tengah, Semarang, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya.
Fenomena banjir bandang dan tanah longsor adalah suatu fenomena alam yang jamak di muka bumi ini. Secara umum ketika sebuah sistem aliran sungai yang memiliki tingkat kemiringan ( gradien ) sungai reltif cukup tinggi ( ± 30% atau lebih dari 27º) apabila di hulunya terjadi hujan yang cukup lebat, maka potensi terjadinya banjir banding relatif tinggi. Tingkat kemiringan sungai yang relatif curam ini dapat dikaakan sebagai faktor “ bakat “ atau bawaan. Sedangkan curah hujan adalah pemicu saja.
Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan tanah longsor.
Bencana Alam di Indonesia (1998-2003)
Jenis Jumlah Kejadian Korban Jiwa kerugian Jutaan Rupiah
Banjir 302 1066 191312
Longsor 245 645 13928
Gempa Bumi 38 306 100000
Gunung Berapi 16 2 n.a
Angin Topan 46 3 4015
Jumlah 647 2022
Sumber : Bakornas BP
Persentase tersebut berarti bahwa bencana terbesar yang terjadi justru bencana yang bisa diatasi, diantisipasi kejadian dan resikonya. Bencana banjir dan tanah longsor adalah bencana yang terjadi bukan hanya kerena faktor alamiah alam, namun lebih banyak karena campur tangan manusia. Bencana banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang “ bisa di rencanakan “
Dalam kurun waktu 2003, terhitung bulan januari 2003 sampai dengan November 2003, bencana kembali terjadi dengan insensitas yang sangat tinggi. Bencana-bencana besar, seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan lebih banyak disebabkan oleh salah kelola lingkungan hidup, dan hal ini terbukti dengan bencana yang akan di jelaskan pada makalah ini.
2. Perumusan Masalah
Banjir dan tanah Longsor
Bencana di Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, disebabkan oleh Illegal Logging yang dilakukan dalam TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser), yang mengakibatkan 92 orang tewas dan 154 orang hilang.
Bencana di sekitar kawasan Ekosistem Leuser
Keberadaan Ekosistem ini kian waktu kian terancam akibat berbagai kerusakan dan pembalakan kayu secara illegal.tercatat sekitar 25% dari total Kawasan Ekosistem Leuser telah rusak, atau setara dengan 500.000 Ha.
Akibatnya, sejumlah DAS (Daerah Aliran Sungai) besar, pada musim hujan sering menimbulkan kebanjiran dan kekeringan pada musim kemarau.
Banjir Bandang di Jateng
Banjir banding ini disebabkan oleh beberapa sungai yang tidak mampu menampung air hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir. Banjir bandang ini melanda sepuluh desa di kecamatan Banyumas dan dua di Desa Cilacap, yang ketinggian airnya di areal persawahan mencapai tiga meter dan mengakibatkan ratusan hektar lahan pertanian di 12 desa terendam air.
Banjir Bandang di langkat, Sumatra Utara
Banjir kembali merendam sekitar 600an rumah di sepanjang radius 200 meter aliran Sungai Batang Serangan Tanjungpura. Luapan aliran sungai tidak terkendali lagi karena dua unit mesin pompa penyedot air di Tanjungpura rusak dan menyusul meluapnya air Sungai Batang Serangan akibat guyuran hujan selama sepekan terakhir.
Longsor di Garut
Musibah Longsor ini terjadi akibat rusaknya hutan di wilayah penyanggah, yang kian tahun kian merosot. Bencana tersebut juga menewaskan tidak kurang 15 orang dan puluhan rumah rusak berat.
Banjir dan Tanah Longsor di NTT
Hal ini disebabkan oleh hujan deras yang disertai badai yang mengakibatkan banjir dan tanah Longsor. Serta merenggut korban jiwa sebanyak 42 orang.
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan ini menyebabkan kota Palangkaraya gelap tertutup olah kabut asap pada siang hari. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya kehilangan ratusan hektar hutan namun juga mengakibatkan penyakit ISPA dan macetnya roda perekonomian serta transportasi.
Kekeringan
Salah satu kekeringan yang terparah terjadi di Wonogirim, dampak ini bukan hanya rawan pangan karena tidak ada panen dan krisis air bersih dari tahun ketahun.
3. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dan Kegunaan dari pembuatan makalah ini, agar pembaca bisa merenungkan semua kejadian yang telah dialami oleh sebagian orang, dan lebih mengerti dan memahami akan pentingnya lingkungan yang sehat tanpa adanya ancaman dari berbagai aspek.
Bencana-bencana tersebut sudah menjadi langganan dari masing-masing wilayah yang mengalaminya, dan disini kita dituntut untuk dapat mengantisipasi hal-hal tersebut mulai dari sekarang.
Pengendalian pencemaran lingkungan hidup merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Dan barang siapa yeng melakukan kelalaian, ketidaktaatan atau pelanggaran atas kewajiban tersebut diancam dengan sejumlah sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana.
Sesuai dengan hasil Konferensi PBB Tentang Lingkunga Hidup manusia yang diselenggarakan pada tanggal 05 – 16 Juni 1972 di Stockholm, Swedia.Yang berisi 26 Azas yang didasarkan pada 7 pokok Pertimbangan Dasar tentang bagaimana sebaiknya kita mengelola lingkungan hidup kita, demi untuk melestarikan dan mengembangkannya.
Di samping “Deklarasi Lingkungan Hidup Manusia” itu telah pula disahkan sejumlah 109 rekomendasi untuk menerapkan dan melaksanakan azas tersebut. Dan rekomendasi tersebut disusun ke dalam suatu “ ACTION PLAN ON THE HUMAN ENVIRONMENT “ atau “ Rencana Kegiata Lingkungan Hidup Manusia, yang terdiri dari 3 komponen dasar :
• ASSESSMENT ( Penilaian )
• MANAGEMENT ( Pengelolaan )
• SUPPORTING MEASURES ( Sarana Penunjang ) :
• Sarana Penunjang HUKUM
• Sarana penunjang INSTITUSI
• Sarana Penunjang KEUANGAN
Dan yang sangat menarik perhatian adalah ditetapkannya tanggal 05 Juni sebagai HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA atau “ World Environment Day “ yang menjadi sarana dalam penghidupan dan meningkatkan kesadaran Umat Manusia terhadap Masalah Lingkungan.
4. Metode yang dihasilkan
Metode yang dihasilkan adalah “ Metode Ilmiah Analisis-Struktural “ berdasarkan ajaran filsafah Plato, tentang “ Keselarasan Azasi “ guna menuju kenyataan berlandaskan pengertian dan tidak hanya sekedar pengetahuan.
Metode ini menganalisa sasaran yang terutama sekali dari segi struktural, yaitu baik dari wadah maupun dari segi isi, yang menunjukan makin mendekati hakekat kenyataan agar dapat memperoleh penyelesaian masalah dengan hasil yang memuaskan.
Sama halnya dengan bahan yang penulis dapat WALHI ( Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ) yang benar-benar memperjuangkan masalah lingkungan sesuai dengan UU/No 23/1997 dan fakta yang ada, melalui penelitian sebab-akibat dan penyelesaian yang dapat dilakukan dalam masalah lingkungan.
Serta berkampanye untuk melestarikan lingkungan sekitar kita, kampanye tersebut bersifat ajakan, dimana masyarakat dibujuk untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga lingkungan demi keamana dan kelangsungan hidup manusia dan ekosistimnya.
Kita membutuhkan pohon-pohon yang di tanam di tepi jalan trotoar dan hutan sebagai paru-paru dunia yang tidak bisa tergatikan. Hal ini dapat dirasakan bahwa betapa pentingnya lingkungan yang sehat bagi kita.
5. Sistematika Penulisan
Melihat betapa banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia, seperti yang telah dikemukakan di atas, maka untuk memperjelas dan mempermudah dalam pembahasan materi, maka penulis menguraikan secara sistematis.
Bab I merupakan pendahuluan yang sekaligus menjadi ruang lingkup dalam penulisan dan menjelaskan beberapa pemikiran tentang sejuta bencana yang terjadi di Indonesia dan sekaligus menjadi alasan dalam pemilihan judul. Alasan yang pertama karena dalam judul tersebut tidak hanya membahas sebuah bencana saja, tetapi membahas secara menyeluruh yang dimana bencana tersebut terjadi di negeri ini dan menyisakan duka bagi rakyat. Yang kedua karena sebagian masyarakan masih sangat kurang perhatiannya terhadap masalah lingkungan yang dimana lingkungan tersebut adalah bagian dari kehidupan mahkluk hidup dan ketiga karena banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi maka dibuatlah suatu analisa tentang masalah lingkungan yang telah penulis uraikan diatas. Di dalam Bab ini hanya menguraikan garis-garis besar dalam suatu permasalahan.
Bab II, merupakan uraian dari berbagai permasalahan lingkungan dari tahun ke tahun dan landasan yang digunakan dalam Peratura Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran air (PP No.20/1990), Undang-undang Lingkungan hidup yaitu UU No.23/1997.
Dalam Bab III hanya berisi kritik dan saran yang ditujukan kepada pembaca, agar penulis dapat memperbaiki segala kekurangan. Dan dengan kritik dan saran tersebut semoga penulis mempertimbangkan dan memperkaya pengetahuan dalam mengkaji suatu permasalahan.
BAB II
A. Banjir dan Tanah Longsor
Bencana di Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatra utara
Bencana Lingkungan besar kembali melanda kawasan Bahorok-Langkat, Sumatra Utara. Peristiwa tragis ini terjadi pada hari Senin, 03 November 2003. Air bah yang dating dari huku DAS ( Daerah Aliran Sungai ) Bahorok, telah memakan korban jiwa. Teridentifikasi korban yang telah meninggal 92 orang tewas dan 154 orang hilang.
Menurut saksi mata, dari kejadian di lokasi Bahorok diperkirakan korban akan bertambah sampai ratusan orang, karen sejumlah warga saat ini diidentifikasi telah hilang. Menurut saksi mata yang tidak mau menyebutkan namanya, dilokasi kejadian mengatakan bahwa potongan-potonga kayu tersebut berasal dari perambahan kayu liar yang di lakukan di dalam TNGL ( Taman Nasional Gunung Leuser ) wilayah Bahorok – Langkat da sebagiannya di sekitar kawasan hutan Lawe Pakam – Kutacane, Aceh tenggara.
Sungai Bahorok yang mengalir melalui Desa Bukit Lawang merupakan bagian dari DAS Sei Wampu. Kerusakan hutan di sub DAS Bahorok merupakan penyebab utama terjadinya banjir banding tersebut. Penebangan yang diikuti dengan tanah longsor pada akhirnya menjadi ‘senjata pemusnah massal’ ( weapon mass destruction ) yang sangat mengerikan.
Sementara itu, di wilayah Aceh Tenggara telah berulang kali terjadi pengrusakan kawasan melalui kegiatan Illegal Loggingoleh para pemegang IPK dan HGU yang tetap memberikan ijin meskipun letaknya berseblahan dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Akibat moral buruk pemegang ijin, perambahan hutan sengaja mencapok TNGL. Selain itu, pembangunan infrastruktur jalan jalur pendukung Ladia Galaska antara lain pada ruas jalan Muara Situlen – Gelombng ( Acah Singkil berbatasan dengan Sumatra Utara ) hingga akan menembus bukit Lawang dan ruas jalan Titi Pasir ( Lawe Pakam )- Bahorok ( Aceh Tenggara Langkat ). Meskipun dalam rencana Ladia Galaska sang permakarsa ( Pemda Provinsi NAD dan Menkimpraswil RI ) menyatakan menunda pembangunanruas jalan tersebut. Namun pada tahun anggara 2002 lalu telah mulai dikerjakan. Jalan Ladia Galaska telah dan akan menjadi akses bagi kehancuran lebih lanjut.
Bencana di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser
Kawasan Ekosistem Leuser yang membentang dari kawasan Aceh hingga Sumatra Utara dengan luas mencapai 2,5 Juta Hektar adalah himpunan kawasan Cagar ALam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Hutan Lindung dan Taman Nasional Gunng Leuser yang melintas 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Keberadaannya sudah diakui oleh dunia Internasional. Secara nasional Wilayah ini diakomodir melalui Keppres NO. 33 tahun 1998 tentang Pengelolaan Ekosistem Leuser.
Namun keberadaannya dari waktu ke waktu kian terancam akibat berbagai ancaman kerusakan dan pembalakan kayu secra illegal. Bahkan proyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, perkebunan kelapa skala besar, HPH, HTI, dan IPK serta trensmigrasi yang salah kaprah telah menyebabkan kawasan ini makin rusak terdegrasi. Tercatat saat ini, sekitar 25% dari total Kawasan Ekosistem Leuser telah rusak, atau setara dengan 500.000 Ha. Akibatnya sejumlah DAS besar yang hulunya berada di Kawasan Ekosistem Leuser kini makin kritis, sehingga di musim hujan sering menimbulakan kebanjiran dan kekeringan di musim kemarau. Sekitar 2,5 Juta penduduk tergantung dari sumber air DAS di Kawasan Ekosistem Leuser.
Kejadian bencana lingkungan makin terdegradasinya Kawasan Ekosostem Leuser dan Kawasan Hutan Seulawah di Provinsi NAD tercatat sangat meningkat sepanjang tahun 2000-2002. Ada sekitar 790 kali kejadian banjir, longsor dan erosi melanda kawasan Aceh yang telahmenelan korban jiwa, harta dan benda dan rusaknya infrastruktur ekonomi masyarakat. Sementara itu di musim kemarau jutaan hektar sawah kekurangan air.
Banjir Bandang di Jateng
Tanggal 01 November 2003, sedikitnya 119 rumah, satu sekolah dan jalan kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen mengalami kerusakan akibat tanah longsor saat hujan mengguyur kawasan itu. Tanah longsor yang menimpa rumah penduduk itu terjadi di empat Desa, yakni Desa Kalibangkang (62 rumah rusak), Desa Watukelir (37), Desa Srati (11) dan Desa Jintung (5). Kerugian yang dialami mencapai sedikitnya Rp256,3 Juta. Selain itu banjir terjadi di Jawa Tengah bagian selatan, antara lain di Jawa Tengah bagian selatan, yaitu anyumas, Cilacap, Kebumen dan Purworejo.
Tanggal 30 Oktober 2003, ribuan rumah dan ratudan hektar sawah di 12 Desa di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah, baru-baru ini dilanda banjir. Ini disebabkan beberapa sungai tidak mampu menampung air hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir. Banjir ini melandasepuluh desa di Kabupaten Banyumas dan dua Desa di Kabupaten Cilacap, yakni Nusawangkal dan Karangsambung, kondisi terparah terjadi di desa Nusadadi, Kabupaten Banyumas dengan ketenggian air diareal sawah mencapai ketinggian 3 meter.
Di Banyumas dan Purwokerto, banjir menggenangi ribuan hektar sawah, dan sekitar 3.000 keluarga di Desa Nusadadi, Kecamatan Tambak, masih terkurung air akibat luapan sungai Ijo dan sungai Kecepak. Sementara itu banjir juga melanda Desa Karangsambung dan Nusawangkal, kecamatan Nusawungum, Kabupaten Cilacap dimana air mengenangi 130 rumah dari 1.249 Ha sawah yang tergeng berupa persemaian dan kerugian di perkirakan Rp28.800.000.
Tanggal 02 Oktober 2003, hujan deras kembali mengguyur Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hal ini membuat warga di 10 Desa di Kabupaten itu khawatir akan adanya banjir susulan. Sebab genangan air hujan yang lalu belum seluruhnya surut. Kerugian materi diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah, genangan terparah terjadi di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpih. Sementara itu, banjir yang melanda Nusawangkal dan Desa karangsambung, Cilacap, Jateng, meluas. Padahal, sebagian besar rumah penduduk dan ratusan hektar lahan pertanian di 12 Desa terendam air.
Banjir Bandang di Langkat, Sumatra Utara
Tanggal 07 Oktober 2003, banjir kembali merendam sekitar 600-an rumah di sepanjang radius 200 meter aliran Sungai Batang Serangan Tanjungpura, Langkat, Sumatra Utara. Luapan air sungai tak terkendali karena dua unit mesin pompa penyedot air hujan ke waduk penampungan air di Tanjungpura, rusak.
Tanggal 30 September 2003, banjir setinggi 80 sentimeter melenda Kabupaten langkat, Sumatra Utara. Musibah terjadi menyusul meluapnya air Sungi Batang Serangan akibat guyuran hujan selama sepekan terakhir. Tak pelak puluhan rumah di sepanjang sungai terbesar di Langkat ini terendam air bah. Selain itu, puluhan hektar sawah siap panen juga dikhawatirkan rusak.
Tanggal 15 September 2003, terjadi musibah tanah longsor di Kampung Ciloa Desa Wagunajaya Cikalong Wetan , Kabupaten Bandung yang menelan korban 7 orang dan belasan lainnya menderita luka-luka.
Tanggal 20 September 2003, tanah longsor di bukit Pasir Gudang, Kampung Lengkong, Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Bogor, Jawa Barat yang menewaskan 9 orang pekerja penambang pasir. Bukit Pasir Gudang yang luasnya mencapai 10 hektar itu, pasirnya telah ditambang secara besar-besaran sejak tahun 1998 oleh tiga perusahaan.
Bulan Februari 2003, banjir menimpa daerah Brebes yang sedikitnya merendam 5.000 rumah. Di samping mengakibatkan sekira 2.000 Ha tanama padi puso juga menggenangi tanaman tebu dan bawang, dan lahan tambak. Kerugian yang di timbulkan sedikitnya mencapai Rp5 Milyar.
Longsor di Garut
Awal Januari 2003 bencana Longsor terjadi di mandalawangi, Garut. Bencana tersebut menewaskan tidak kurang dari 15 orang dan puluhan rumah rusak berat. Longsor tetrjadi karena rusaknya hutan sebagai wilayah penyanggah. Tahun 1990 luas hutan Jabar mencapai 791.519 Ha atau sekitar 22% dari luas jabar, jumlah tersebut menyusut drastic hingga 323.802 Ha, tahun 2002 atau sama 9% dari luas keseluruhan Provinsi Jabar yang 3.555.502 Ha. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah dan Jabar terus akan rawan terhadap bencana banjir dan longsor.
Banjir dan Tanah Longsor di NTT
29 Maret – 2 April 2003, hujan badai terjadi di Ende, Nuasa Tenggara Timur. Hujan deras disertai badai tersebut mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Korban meninggal sebanyak 42 orang, ratusan rumah dan bangunan hancur. Korban yang meninggal banyak diakibatkan karena terbawa arus.
B. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan terbesar tahun ini terjadi di Palangkaraya. Bencana ini mengakibatkan bandara tertutup asap dan Kota palangkaraya gelap tertutup asap pada siang hari. Ketika bencana terjadi dua hari anak-anak sekolah dasar diliburkan untuk menghindari asap. Bencana kebakaran hutan juga terjadi di Riau, Jambi dan Lampung. Kerugian terjadi bukan hanya hilangnya hutan ratusan Ha, namun juga penyakit ISPA, macetnya roda perekonomian serta transportasi.
C. Kekeringan
Musim kemarau ini hamper seluruh Pulau Jawa dilanda kekeringan.Wonogiri adalah salah satu daerah terparah. Daerah ini dari tahun ke tahun mengalami bencana kekeringan. Dampak yang terjadi bukan hanya rawan pangan karena tidak adanya panen, namun krisis air bersih kemudian juga melanda berbagai wilayah yang mengalami kekeringan. Untuk mengantisipasi kekeringan Bupati Wonogiri meminta kepada pemerintah pusat untuk menyediakan pengadaan 100 unit sumur pantek dan bantuan 77 unit pompa air. Untuk mengatasi penyediaan air bersih meminta proyek rehabilitasi embung senilai Rp231,4 Milyar. Dan untuk Rehabilitasi hutan diperkirakan mencapai Rp223,9 Milyar.
Kekeringan juga terjadi di Bojonegoro, kekeringan di kota ini menyebabkan areal sawah seluas 1000 ha tidak bisa panen. Konflik horisontal berebut air juga terjadi antara warga. Konflik ini makin meruncing ketika petani yang sudah terlanjur menebar benih tidak teraliri oleh irigasi. Mereka berharap pemerintah bersedia untuk menaikan air dari tanah dan menyedot air dari Sungai Bengawan Solo, tidak mendapat tanggapan. Hingga akhirnya pipa PDAM karena jebolnya PDAM Bojonegoro sangat merugikan pendapatan PDAM.
D. Landasan Teori
Landasan yang penulis gunakan mengacu pada Undang-undang Lingkunga Hidup No.23 tahun 1997, Peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 dan sesuai dengan hasil Konferensi PBB Tentang Lingkunga Hidup manusia yang diselenggarakan pada tanggal 05 – 16 Juni 1972 di Stockholm, Swedia.Yang berisi 26 Azas yang didasarkan pada 7 pokok Pertimbangan Dasar tentang bagaimana sebaiknya kita mengelola lingkungan hidup kita, demi untuk melestarikan dan mengembangkannya.
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan dan Saran
Dari berbagai fakta yang ada jelas terlihat bahwa bencan besar yang terjadi tidak serta merta datang, namun didahului oleh adanya eksploitasi lingkungan, adanya kebijakan yang tidak memenuhi aspirasi masyarakat, serta tidak adanya management bencana dari pemerintah.
Bencana-bencana tersebut seharusnya tidak perlu terjadi dan bisa diminimalisir oleh pemerintah seandainya pemerintah berbesar hati untuk tidak mencampakan alam dengan dalih kebijakan pembangunan atau devisa. Sungguh bencana tersebut adalah bencana terencana.
Dalam rangka pengembangan lingkungan hidup, dalam Repelita III akan dilaksanakannya tiga program pembangunan antara lain :
• Program penyelamatan hutan, tanah dan air
Program ini ditujukan untuk mencegah kemerosotan dan sebanyak mungkin meningkatkan produktifitas sumber alam tanah, air , laut dan hutan. Dengan usaha-usaha pengawetan tanah dan air dalam areal produksi pertanian, pencegahan perusakan daerah pesisir dan hutan, serta usaha reklamasi tanah kritis melalui pola pembangunan masyarakat yang menyeluruh.
Program ini pada intinya mencakup kegiatan-kegiatan reboisasi dan penghijauan, pembangunan bangunan pencegahan erosi dan banjir, penyehatan sungai, pembinaan penyediaan kayu baker bagi rakyat pedesaan, usaha peningkatan lapangan kerja pedesaan, pengawetan tanah dan areal produksi pangan, perlindungan daerah pesisir, pncegahan pengrusakan hutan dan perbaikan tata guna tanah.
Dan program ini pun akan mencakup juga kegiatan-kegiatan inventarisasi dan perencanaan sumber-sumber air, sungai, danau dan rawa. Serta perbaikan pesisir, danau dan sungai.
• Program pembinaan sumber alam dal lingkungan hidup
Pencegahan pencemaran , bimbingan usaha penanggulan pencemaran, penentuan kriteria dampak lingkungan dan penelusurannya. Pembangunan suaka alam dan taman nasional, yang meliputi aspek pariwisata, kehutanan, infrastruktur dan partisipasi masyarakat serta pembangunan permukiman yang seimbang antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan dimana kesatuan rencana menyangkut pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan budaya, penyediaan lapangan pekerjaan lokal dan lain-lain.
Penyelidikan, penelitian dan penyuluhan untuk menunjang kemampuan nasional di bidang ilmu dan teknologi lingkungan hidup. Pembangunan pengaturan dan lembaga yang mantap untuk memungkinkan pembinaan mutu lingkungan hidup, dilengkapi dengan aparat yang memadai. Inventarisasi dan evaluasi sumber alam dengan suatu kesatuan rencana dan penilaian untuk memungkinkan penyelesaian pengenalan sumber alam dan penilaian sumber alam tanah, air, hutan, laut, atmosfir, energi dan mineral.
• Program pembangunan meteorology dan geofisika
Di program ini akan dikembangkan jaringan meteorologi yang lengkap untuk memungkinkan keselamatan penerbangan dan pelayaran yang lebih besar dan peramalan musim tanam dan panen.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Mr. St. MUNADJAT DANUSAPUTRO, Hukum Lingkungan,
Penerbitan Bina Cipta, ----------- 1984
Htt://www.walhi.or.id
Rabu, 28 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar